Polemik Sultan Perempuan Yogya, Mendagri: Kita Tidak Campuri Adat

Polemik Sultan Perempuan Yogya, Mendagri: Kita Tidak Campuri Adat

Anglin Adhitya Purbaya - detikNews
Jumat, 08 Sep 2017 19:00 WIB
Mendagri Tjahjo Kumolo. Foto: Ari Saputra
Semarang - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan judicial review pasal 18 ayat 1, huruf (m) UU Nomor 13/2012 tentang Keistimewaan (UUK) DIY. Buntutnya, polemik Sultan perempuan di Keraton Yogyakarta kembali mengemuka.

Mendagri Tjahjo Kumolo menilai putusan MK hanya menyoroti aspek tata kelola pemerintahan di DIY.

"Keputusan MK adalah final dan mengikat. Masalah Keraton Yogyakarta ada 2 aspek. MK hanya menyoroti dalam aspek tata kelola pemerintahan apakah menyimpang dengan UUD 1945 atau tidak," ujar Tjahjo usai melepas mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk mengikuti kegiatan Bela Negara ke Rindam IV Diponegoro, Jumat (8/9/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan menurut UUD 1945, lanjutnya, siapapun baik laki-laki atau perempuan, muda atau tua dan dari suku, agama dan kelompok manapun bisa menjadi gubrenur.

"Tapi dalam kerangka internal keraton, punya aturan yang itu pihak kesultanan Yogya yang punya mekanisme. Jadi MK tidak masuk ranah sana," imbuhnya.

Tjahjo menegaskan pemerintah tidak ikut campur dalam ranah adat istiadat budaya di Keraton Yogyakarta.

"Kami undang-undang, walaupun Yogya daerah istimewa. Keistimewaannya adalah aturan daripada Kesultanan Yogyakarta dan Pakualaman," tutur Tjahjo.

(sip/sip)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads