"Saat itu banyak kiai dan santri berlomba-lomba mendirikan pondok pesantren dan memberikan pendidikan bagi masyarakat miskin sebagai respon dan perlawanan atas sikap penjajah saat itu," ujar salah satu cicit Mbah Siradj, KH Muhammad Tibyan, saat berbincang dengan detikcom di Masjid Agung Payaman, Kamis (8/6/2017).
Tibyan bercerita almarhum Mbah Siradj merupakan sosok kiai kharismatik yang sangat berpengaruh pada masa hidupnya. Mbah Siradj adalah teman seperguruan KH Hasyim Asy'ari saat menimba ilmu di Mekah. Dia juga bersahabat karib dengan KH Dalhar, kiai ahli thariqah dari Watucongol, Muntilan, Magelang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Santri-santri yang sudah lulus dari didikan Mbah Siradj, saat itu menjadi rebutan masyarakat. Akhirnya demi memberi kesempatan santri muda mengaplikasikan ilmunya, Mbah Sirajd memutuskan untuk menampung santri-santri tua.
"Ya wis yen kabeh ngurusi santri enom-enom, aku tak ngurusi santri karo sedulur sing tuwa-tuwa (Ya sudah kalau semua mendirikan pesantren untuk santri muda, saya akan mengurusi santri dan saudara yang tua-tua saja)," kata Tibyan menirukan perkataan Mbah Siradj.
Masjid yang terletak di Desa Payaman, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, kini memang menjadi pusat kegiatan ibadah para lansia selama bulan Ramadan. Karena itulah kawasan masjid itu disebut Pondok Sepuh.
Para santri Pondok Sepuh biasa datang sejak hari pertama Ramadan atau bahkan 1-2 hari sebelumnya. Mereka akan menginap di masjid atau kompleks Pondok Sepuh yang berada di sisi halaman depan masjid selama 20 hari. (sip/mbr)