Setelah personel dari PT KAI masuk ke halaman rumah bergaya bangunan Belanda itu, pihak keluarga didampingi kuasa hukumnya langsung pasang badan. Mereka berusaha menghalau petugas.
Kuasa hukum dari Paguyuban Penghuni Tanah Negara Bebas, Subali, mengatakan pihaknya sudah melayangkan uji materi ke Mahkamah Agung terkait kepemilikan bangunan dan juga mengajukan gugatan. Menurutnya, sebelum bangunan peninggalan peninggalan Belanda itu dinasionalisasi, hak melekat pada yang menempati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah ajukan perlindungan hukum ke Kapolri, TNI, Menteri Perhubungan, dan Menteri BUMN," imbuhnya.
Kuasa hukum PT KAI, Slamet, mengatakan awalnya tahun 1967 rumah dengan luas tanah 700 m2 dan luas bangunan 100 m2 tersebut memang ditujukan untuk pegawai PT KAI bernama Sindu Pratomo. Pegawai itu meninggal tahun 2001 silam. Rumah itu ditempati putranya, Edi, bersama dua anaknya.
"Tahun 2012, salah satu putranya (putra Sindu) menyerahkan sebagian bangunan rumah dinas ke PT. KAI. Satunya belum menyerahkan, tidak ada cukup hak untuk tinggal di sini. Sebagian sudah jadi mes PT. KAI. Rencana hari ini untuk perluasan mes. Banyak petugas yang belum punya kamar," pungkas Slamet.
Adu mulut antara kedua belah pihak berlangsung alot dan saling menunjukkan berkas-berkas yang memperkuat argumen masing-masing. Namun setelah lama bedebat, pihak PT. KAI tetap melakukan eksekusi dengan mengeluarkan perabotan yang ada di dalam rumah. Saat ini proses evakuasi masih berlangsung sementara pihak keluarga Edi masih belum menentukan akan tinggal dimana setelah eksekusi tersebut.
"Sebelum ada keputusan pengadilan seharusnya belum boleh ada penggusuran," kata Edi.
(alg/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini