Hal tersebut diungkapkan Ganjar usai bertemu perwakilan warga Batang yang datang untuk berunjuk rasa. Dalam pertemuan itu, salah satu warga, Dwi, mengaku menjadi salah satu korban pemukulan aparat saat hendak melakukan negosiasi.
"Teman saya masih berseragam sekolah, mau membelikan minuman malah ditarik dan dipukuli (oleh aparat) padahal sudah ampun-ampun," kata Dwi di kantor Gubernur Jateng, Jalan Pahlawan Semarang, Rabu (4/9/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal itu, Ganjar berjanji akan segera bertemu dengan Kapolda Jateng dan Pangdam IV Diponegoro untuk menarik pasukan yang berada di sana.
"Saya akan segera bicara dengan Kapolda dan Pangdam untuk men-status quo-kan," jelas Ganjar.
Namun jika tidak bisa diajak untuk berembug, Ganjar menegaskan pihaknya akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikannya. Karena menurutnya jika pedagang atau pengusaha masih berpikiran "pokoknya" maka tidak ada titik temu sehingga jalur hukum menjadi pilihan tepat.
"Kalau mereka setuju dengan rembugan, segera kami status quokan untuk dinegosiasikan. Tapi kalau pengusaha pakai ilmu 'pokoknya', terus petani juga, tidak pernah ketemu. Maka saya sarankan pakai jalur hukum saja," tegasnya.
Ratusan warga Batang dari Desa Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, dan Roban yang lahan atau tempat tinggalnya terkena dampak rencana pembangunan PLTU melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jateng. Mereka membawa amplop berukuran raksasa bertuliskan "Kepada YTH: Bp. Ganjar Pranowo, Hal: Keberatan Ijin Amdal PLTU Batang yang berkekuatan 2x1000 megawatt".
Kemudian 16 orang mewakili warga Batang dipersilahkan untuk melakukan audiensi dengan Gubernur Jateng. Hasilnya adalah warga dihimbau agar berembug dan menunjuk orang terpercaya untuk menyampaikan keluhan warga Batang, sementara Lembaga Bantuan Hukum Semarang yang mendampingi warga diharapkan melihat dokumen Amdal dan menyampaikan jika ada yaang tidak sesuai.
(alg/try)