Umbi gadung (Dioscorea hispida dennst) merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak tersedia di Desa Serang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.
Namun, selama ini potensi itu belum bisa dimanfaatkan karena masyarakat masih belum mengetahui potensi dari umbi jenis itu. Pasalnya yang diketahui masyarakat selama ini gadung adalah umbi yang mengandung racun. Bahkan dalam bahasa Sunda ada istilah 'weureu gadung', untuk merujuk orang yang berprilaku menyimpang atau bertingkah tak lazim.
Padahal umbi gadung bisa menjadi bahan pangan alternatif yang bernilai ekonomis, tentu saja setelah diolah untuk menghilangkan kandungan racunnya. Apalagi di Tasikmalaya, tanaman gadung cukup melimpah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Susanti dari tim Pengembangan Masyarakat Desa Binaan (PMDB) Universitas Perjuangan (Unper) Tasikmalaya mengatakan umbi yang termasuk ke dalam famili dioscoreaceae ini dikenal memiliki kandungan sianida tinggi.
Racun ini bisa menyebabkan gejala pusing dan muntah jika pengolahannya tidak benar. Tak heran jika pemanfaatan umbi gadung kurang populer di masyarakat bila dibandingkan dengan jenis umbi lain seperti singkong dan ubi jalar.
"Oleh karena itu kami dari tim pengembangan masyarakat desa binaan Universitas Perjuangan Tasikmalaya mengisiniasi kegiatan diversifikasi pangan untuk mengolahnya jadi beragam makanan olahan bergizi," kata Susanti belum lama ini.
Selain Susanti ada juga Lina Rahmawati Rizkuloh, Richa Mardianingrum dan sejumlah mahasiswa jurusan farmasi. Mereka berharap diversifikasi pangan itu akan mampu meningkatkan derajat kesehatan dan ekonomi masyarakat di tengah pandemi.
Dalam prakteknya, masyarakat Desa Serang Kecamatan Salawu diberi pengetahuan tentang cara pengolahan umbi gadung dengan mengurangi kadar senyawa racunnya sebelum diolah menjadi suatu produk makanan yang bergizi dan kaya akan antioksidan.
Caranya, kata dia, bisa dilakukan dengan beragam metode yakni dengan menggunakan abu sekam, perendaman dengan air kapur atau air garam serta dengan cara perebusan.
"Dengan pemanfaatan abu sekam misalnya, karbon pada abu sekam mampu menarik keluar sianida dari dalam gadung untuk selanjutnya sianida yang keluar akan diserap oleh karbon tersebut yang mengakibatkan berkurangnya kandungan sianida dari gadung," kata Susanti.
Menurut dia umbi gadung bisa diolah menjadi bahan produk makanan seperti tepung gadung, ceker ayam crispy, stick gadung, kue bawang, risoles gadung, puding gadung hingga brownies gadung.
Dalam prakteknya, puluhan warga belajar membuat kue kering umbi gadung dengan bahan antara lain 175 gram tepung umbi gadung, 75 gram gula halus, 4 sendok makan cokelat bubuk, 1 butir kuning telur dan 100 gram margarin.
"Mereka juga melakukan praktek pengemasan produk, sehingga diharapkan produk yang dibuat bisa dilirik konsumen, " ujar dia.
Melalui keterampilan pembuatan kue itu, mereka berharap bisa meningkatkan taraf kesehatan dan bisa dijadikan produk khas daerah bernilai ekonomi yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat di tengah pandemi ini.
"Pelatihan pembuatan produk olahan lainnya dari umbi gadung perlu terus dilakukan agar bisa menjadi pembuka usaha rumahan untuk masyarakat," katanya.
(mso/mso)