Pilu Keluarga Huni Gubuk Reot Beralaskan Tanah di Majalengka

Pilu Keluarga Huni Gubuk Reot Beralaskan Tanah di Majalengka

Bima Bagaskara - detikNews
Jumat, 07 Jan 2022 17:47 WIB
Keluarga di Majalengka tinggal di gubuk reot di tengah hutan bambu
Keluarga di Majalengka tinggal di gubuk reot di tengah hutan bambu (Foto: Bima Bagaskara)
Majalengka -

Kisah pilu harus dialami keluarga Muhamad Fuaidin (36) dan Wiwin (32). Mereka terpaksa bertahan hidup di sebuah gubuk di tengah kebun bambu Blok Loji, Desa Ligung, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka.

Bersama kedua anaknya Miftahul (10) dan Farid (6), keluarga ini menjalani keseharian di gubuk seluas 5x3 meter. Parahnya lagi, gubuk tersebut hanya terbuat dari potongan bambu yang dibalut dengan karung, terpal hingga plastik bekas.

Gubuk yang dihuni Fuaidin juga masih beralaskan tanah. Untuk tidur, mereka tidak memiliki tempat yang layak, hanya papan bambu dan kasur yang sudah lapuk yang dijadikan tempat keluarga Fuaidin melepas lelah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kondisi gubuk pun saat ini sudah banyak yang bolong. Tak ayal, tiap malam, keluarga ini harus menahan dinginnya angin yang menusuk tulang. Bahkan tiap kali hujan turun dengan deras, Fuaidin sekeluarga harus mengungsi ke tetangganya.

Ditemui detikcom Jumat (7/1/2022), Fuaidin mengatakan jika sudah setahun terakhir keluarganya tinggal di tempat tersebut. "Sudah satu tahun di sini," kata Fuadin.

ADVERTISEMENT

Gubuk yang dibuat Fuaidin juga ternyata berdiri di atas tanah orang lain. Ia meminjam tanah itu untuk kemudian dibangun gubuk dan dijadikan tempat tinggal.

"Di sini tanah punya orang saya numpang buat dibikin gubuk ini," ujarnya.

Fuaidin bercerita, dirinya merupakan warga asli Nusa Tenggara Barat (NTB) yang datang ke Majalengka tahun 2000 silam. Saat itu, Ia mengikuti program pemerintah untuk pesantren di Majalengka.

Sayangnya nasib Fuaidin tidak sebaik kebanyakan orang. Ia tidak memiliki pekerjaan tetap dan tempat tinggal hingga membuatnya harus berpindah-pindah tempat.

"Kalau saya dari NTB, dulu ke Majalengka tahun 2000. Awalnya saya ikut program pesantren ke Majalengka itu. Terus nikah sama orang Majalengka. Disini saya gak punya rumah, selalu pindah-pindah," ucap dia.

Fuaidin juga mengaku sejak pertama kali datang ke Majalengka dirinya sama sekali belum pernah pulang kampung ke NTB tepatnya di Desa Dumu, Kecamatan Rupe, Kabupaten Bima.

Meski hidup susah, Fuaidin tidak patah arang. Dengan tenaga yang dimiliki, Ia bekerja serabutan mulai dari pembuat batu bata, bertani hingga jadi kuli bangunan. Salutnya lagi, 2 anak Fuaidin yakni Miftahul dan Farid masih tetap bersekolah meski.

"Profesi serabutan aja apa aja dikerjakan. Tapi tetap ya bikin bata, kadang ke sawah, nguli juga. Penghasilan gak tentu, kadang Rp 60 ribu, kadang gak dapet," ujarnya.

"Anak-anak alhamdulilah masih sekolah, kelas 6 sama kelas 4," ungkapnya menambahkan.

Sementara itu, Wartono Kepala Dusun Loji, Desa Ligung mengungkapkan jika pemerintah desa telah berupaya untuk membantu keluarga Fuaidin. Namun upaya itu terbentur persyaratan dimana Fuaidin belum memiliki kartu tanda penduduk.

"Kami selalu memperhatikan, meskipun sifatnya hanya semampunya karena kalau soal bantuan rutilahu atau apapun harus ada syaratnya, misal KTP. Mereka belum ada," kata Wartono.

Keluarga miskin ini sudah hidup di gubuk selama setahunKeluarga miskin ini sudah hidup di gubuk selama setahun Foto: Bima Bagaskara

Meski begitu Pemdes Ligung tetap memberikan bantuan ala kadarnya dan telah membuatkan surat domisili bagi Fuaidin.

"Kami dari pemdes baru bisa membuatkan surat domisili dulu, yang penting bisa dapat bantuan ala kadarnya dulu seperti sembako gitu," jelasnya.

Masih kata dia, selama ini Fuaidin selalu berpindah-pindah tempat karena tidak memiliki rumah. Sebelum tinggal di Desa Ligung, mereka diketahui sempat tinggal di Desa Bantarwaru.

"Baru 1 tahun disini, sebelumnya di Banjarbaru 3 tahun, pindah-pindah gitu karena ga ada tempat tinggal tetap," tutup Wartono.

(mud/mud)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads