Hanya tinggal beberapa orang mantan tahanan politik pasca Peristiwa 65 yang menetap di Pulau Buru, Provinsi Maluku. Pulau yang jadi tempat pembuangan masa Orde Baru ini jadi rumah para penyintas menempa harapan termasuk agar bebas dari stigma masa lalu.
Pada 1969-1979, Pulau Buru jadi kamp pembuangan Orde Baru bagi 12 ribuan orang yang dianggap terlibat Partai Komunis Indonesia. Saat kamp ini dibubarkan, ribuan orang pulang namun ada yang menetap. Jumlahnya sekarang tidak lebih dari belasan orang dan kebanyakan di Desa Savana Jaya, Kecamatan Waeapo.
Salah satunya adalah M Percoyo asal Semarang, Jawa Tengah. Ia dibawa ke Pulau Buru pada 1969 lalu ditempatkan di Unit I bagian pengangkutan barang. Sampai sekarang, bersama istrinya Sri Mur, ia berjualan pecel di Desa Savana Jaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tinggal di sini, kan saya dulu kan saya bebas. Kalau saya di sini saya kenal sama anak-anaknya teman bapak-bapak (tahanan politik) di sini. Pas teman-teman saya bebas saya nikah di sini," kata Percoyo saat bertemu dengan detikcom di Gedung Balai Permusyawaratan Desa Savana Jaya pada pekan lalu.
Pada tahun 1979, saat diumumkan bebas, Percoyo justru tidak percaya. Daripada ke Jawa dan mendapatkan siksaan lagi, ia lebih baik menetap di Pulau Buru dan menjalani hidup. Lagian katanya ia juga masih ada tambatan hati di Savana Jaya yang ia nikahi dari anak salah satu tahanan.
"Saya mikir begini, daripada kerja enggak dibayar, ada dipukul, dipopol akhirnya nggak pulang. Kalau waktu itu ada pikiran bebas, kalau ada pikiran gitu lebih baik pulang," ungkapnya.
Baru pada tahun 2000 ia sempat merasakan kembali tanah Jawa. Ia memilih ke Pekalongan atas saran istrinya begitu kerusuhan Ambon menjalar di Namlea. Tapi, hidup di Jawa tidak membuat kerasan dan hanya bertahan dua pekan. Percoyo lalu kembali ke Buru meski peninggalan sawah dan ladangnya sudah ludes dijual.
Eks tapol lain Harto Wiyono malah belum pernah sama sekali pulang. Sejak dibawa ke Buru karena ikut organisasi Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia, ia tak pernah pulang ke kampung di Tasikmadu, Surakarta. Oleh keluarganya ia sudah dianggap meninggal. Harto pun bertekad hidup sampai masa tuanya di tanah bekas pengasingan ini.
"Belum pernah, sudah mungkin nggak membayangkan, sudah nggak ada lah begitu," ujarnya.
Memang, sebagian mantan tahanan ada yang bertahan dan pergi di Pulau Buru pada 1979. Tapi, meski beberapa kali pulang, pulau ini tetap jadi pilihan untuk tinggal. Salah satunya dirasakan oleh Suparyo eks tahanan dari Unit II yang cerita pernah mendapatkan siksaan sampai kena bayonet tentara.
Suparyo menuturkan, ia sudah lima kali pulang ke Yogyakarta tempat asalnya dilahirkan namun malah tetap ingin kembali ke pulau ini. Hidup di Buru katanya tidak mewah tapi memberikan harapan untuk membesarkan anak-anaknya.
"Saya harus menyelesaikan mendidik anak saya di sini, warisan sudah saya tinggalkan. Kemungkinan kalau pulang, itu kehendak Yang Maha Kuasa," ujarnya.
Lihat juga video 'My Trip My Adventure: Snorkeling Bareng Kumpulan Ikan di Pulau Buru':