Melihat Pulau Buru Tempat Pembuangan Tapol Orba Pasca 65

Melihat Pulau Buru Tempat Pembuangan Tapol Orba Pasca 65

Bahtiar Rifa'i - detikNews
Senin, 20 Des 2021 10:31 WIB
Gedung Kesenian peninggalan tapol Pulau Buru
Foto: Gedung Kesenian peninggalan tapol Pulau Buru (Bahtiar Rifa'i/detikcom).
Kabupaten Buru -

Bunga kamboja merah depan rumah disusun teratur di kediaman Harto Wiyono dan istrinya Sumarni di desa Savana Jaya, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru. Rumah itu tampak sederhana dicat cerah dengan lantai dari semen.

Harto adalah mantan tahanan politik pasca Peristiwa 65 dari Karanganyar, Jawa Tengah. Mereka tinggal di Savana Jaya yang dulu Unit IV saat Pulau Buru dijadikan tempat pembuangan oleh Orde Baru. Harto ditangkap atas tuduhan terlibat Partai Komunis Indonesia karena ikut organisasi Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia atau IPPI.

Saat mengunjungi rumah ini pada pekan lalu, detikcom bersama tim dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diterima dengan ramah dan dihidangkan jamu penghangat tubuh. Meski sesekali terbatuk, Harto tidak terbata-bata menceritakan mengenai Pulau Buru saat dibuang tanpa putusan pengadilan dulu. Perbincangan siang itu ditemani oleh Sudarsini, salah satu anak dari mantan tahanan politik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Harto masih berumur belasan tahun dan jadi satu dari 12 ribu-an orang yang dibawa Orde Baru ke Pulau Buru pasca Peristiwa 65. Ada enam bus waktu itu di sekolah datang menjemputnya karena ia gabung di IPPI. Bus yang ditumpangi menuju tahanan di Karanganyar.

"Datanya sudah ada di sekolah, bus antre enam atau berapa itu. Dipanggil, Harto. Siapa lagi, siapa lagi di bus 1. Selesai penuh semua berangkat, yang serombongan dimasukan ke kantor polisi yang lain enggak tahu beloknya ke mana, masuk kantor polisi, mengisi data terus masuk tahanan," kata Harto.

ADVERTISEMENT

Padahal organisasi yang Harto ikuti itu, katanya tidak mengajarkan pemberontakan. Pilihan bergabung ke IPPI juga karena ada kegiatan kepemudaan seperti kesenian, olahraga dan keterampilan.

Selama masa tahanan di Karanganyar, Harto diminta bekerja untuk pembangunan dan jalan. Lalu pada 1969, ia dibawa ke Indonesia bagian timur yang atas dasar proyek kemanusaan dan pioner pembangunan. Bersama tahanan lain, ia lebih dulu dibawa ke Nusakambangan untuk ikut bersama ribuan tahanan dan dibawa menggunakan kapal laut ke Pulau Buru.

"Terutama yang muda-muda berangkat. Sudah didata, dari depan difoto, dari belakang, suruh telanjang. Nah setelah selesai, baru kita nunggu ke pengangkutan ke Nusakambangan," ujarnya.

SelainHarto, di Savana Jaya juga tinggal mantantapol lain. Beberapa yang ditemui adalah MPercoyo yang tinggal bersama istri dan anaknya sambil usaha pecel.DiroSutopo yang berjualan kelontong sambil bertani.Yadiono honorer guru di SMA Negeri 3Waeapo tapi purna karena semakin uzur sertaSuparyo adaSolihin.

Lihat juga video 'My Trip My Adventure: Snorkeling Bareng Kumpulan Ikan di Pulau Buru':

[Gambas:Video 20detik]



Savana Jaya yang dulu Unit IV juga dilabeli sebagai desa tahanan keluarga tapol waktu itu. Desa ini bisa dijangkau selama 45 menit dari ibu kota Kabupaten Buru di Namlea. Sepanjang jalan masuk ke desa ini, irigasi dan penataan perkampungan mirip seperti di Jawa.

Di pingiran jalan terlihat terhampar sawah dengan irigasi yang dulu dibuat oleh para tapol. Pramoedya Ananta Toer di bukunya 'Nyanyi Sunyi Seorang Bisu' menulis bahwa tapol telah membuat 161,2000 hektare sawah dan 112,2256 ladang di Savana Jaya. Sedangkan total dari Unit I hingga Unit XVIII dan Unit R, S, T yang dihuni tapol Pulau Buru telah membuat 3.532,5881 hektare sawah sampai Oktober 1977.

Yang mencolok di desa ini adalah gedung kesenian di alun-alun desa. Gedung itu dibangun tahanan namun sudah beberapa kali mengalami renovasi. Harto menyebut, gedung itu dulu tempat mentas seni hiburan tahanan seperti ludruk hingga wayang orang.

"Ya (digunakan) macam-macam, ada ketoprak, ludruk, wayang kulit, wayang orang. Ludruknya terkenal, bekas ludruk-ludruk Surabaya yang kena tapol itu, tidak kalah dalang-dalangnya. Sekarang sudah meninggal semua," katanya.

Padahal gedung itu meninggalkan alat kesenian yang pernah digunakan tapol. Tapi, begitu kerusuhan Ambon menjalar ke Namlea di tahun 2000, barang-barang itu dibakar. Tak ada sisa selain bangunan itu sendiri.

"Sebelum kerusuhan itu ada penerusnya, ada yang jadi dalang. Kerusuhan 2000 dibakar gamelan toh, sudah. Jadi selesai abis kerusuhan udah nggak ada gamelan," kata Sudarsini.

Di depan gedung juga ada tugu bertuliskan 'Projek Perdesaan Savanadjaya'. Disebutkan bahwa proyek ini dibangun di dataran Waeapo dengan pelaksana pertama Letkol CPM AS Rangkuti sebagai Dan Tefaat (Komandan Tempat Pemanfaatan) dibangun pada 20 Juni 1972.

Tidak ada jejak bangunan tanda bekas unit-unit atau barak tahanan di Savana Jaya. Jejak yang tersisa hanya monumen persembahan taman rekreasi Pantai Sanleko yang dulu dibuat sandar para tahanan untuk dikirim ke unit-unit tahanan.

Kedua, sebuah patung Pelda Panita Umar di unit V yang ditulis gugur saat tugas pada Oktober 1972. Markas Komando Instalasi Rehabilitasi atau Inrehab Pulau Buru yang dulu jadi unit Pramoedya dan berubah jadi Mako pun hanya tinggal menyisakan tanah lapang dan landasan helikopter.

Kata mantan tapol yang masih tinggal di Pulau Buru, barak tahananan di 21 unit yang tersebar dan bangunan mantan tapol tinggal memang dihancurkan begitu transmigran mulai datang pada 1980. Pendatang lalu tinggal menikmati ladang dan sawah dari jerih payah kerja tahanan politik.

"Ini semua sawah yang ada dulu dibuat sama tahanan, ya semuanya," kata Diro Sutopo sambil menunjuk hamparan sawah di Mako, Jalan Gatot Subroto, Pulau Buru.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads