Kebijakan pemerintah pusat yang mengatur alokasi dana desa untuk anggaran 2022 mendatang menuai protes dari para Kepala Desa di Kabupaten Pangandaran. Mereka merencanakan ikut aksi ke Istana Negara, namun sebelumnya menggelar audiensi dulu dengan DPRD Kabupaten Pangandaran.
Puluhan Kepala Desa yang tergabung dalam Apdesi Kabupaten Pangandaran ikut hadir dalam audiensi yang digelar, Rabu (15/12/2021). Ketua Apdesi Pangandaran Sugiono mengatakan yang menjadi fokus bahasan mereka adalah menolak Pasal 5 ayat 4Perpres Nomor 104 Tahun2021.
Pada Pasal 5 ayat (4) Perpres Nomor 104 Tahun2021 itu disebutkan, bahwa dana desa tahun 2022, diatur penggunaanya untuk program perlindungan sosial berupa bantuan langsung tunai desa paling sedikit 40 persen, program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20 persen,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dukungan pendanaan penanganan COVID-19 paling sedikit 8 persen. Sisanya atau 32 persen baru digunakan untuk program sektor prioritas lainnya. Pengaturan itu berlaku untuk dana desa yang dikucurkan oleh pemerintah pusat.
"Jelas kami menolak karena aturan itu keluar di bulan November, sementara sebelumnya kami sudah menyusun alokasi anggaran, merencanakan pembangunan dan lainnya," kata Sugiono. Dengan adanya aturan itu pemerintah desa 'dipaksa' untuk mengubah alokasi anggaran, padahal waktu sudah di akhir tahun 2021.
Selain itu dia juga mengatakan pengaturan ini dapat diartikan mengurangi bahkan merampas kewenangan atau otonomi pemerintah desa untuk mengatur keuangan dan arah pembangunan. "Intinya kami menolak dan akan bergabung dengan Apdesi Pusat untuk menolak kebijakan ini ke Istana Negara," kata Sugiono.
Sementara itu Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Pangandaran Wowo Kustiwa mengaku memaklumi keluhan atau aspirasi dari para Kepala Desa tersebut. "Ya mereka kan sudah merencanakan sejak jauh-jauh hari pengelolaan dana desanya, sudah Musrenbang, sudah direncanakan. Tiba-tiba ada aturan seperti ini, wajar mereka bereaksi," kata Wowo Kustiwa.
Menurut Wowo mereka tiba-tiba dipaksa harus melakukan refocusing anggaran dan juga melaksanakan musyawarah kembali untuk memangkas sejumlah program prioritas yang telah disepakati bersama masyarakat.
Wowo juga mengakui bahwa masih banyak desa di Pangandaran yang menghadapi persoalan buruknya sarana infrastruktur publik. Masih banyak jalan, jembatan dan fasilitas publik di desa yang dalam keadaan rusak. Sehingga dianggap memiliki prioritas dalam pembangunan di desa, tak kalah dengan prioritas memberi BLT untuk masyarakat.
"Mereka mau protes ke pemerintah pusat silahkan, kami mendukung. Namun tentunya kami titip harus tetap dalam koridor aturan. Kemudian harus membuka diri mempertimbangkan alasan-alasan pemerintah, mengapa sampai melakukan pengaturan itu," kata Wowo.
Wowo menambahkan pengaturan dana desa yang diberlakukan pemerintah pusat pada prinsipnya baik. Agar beban penanggulangan dampak pandemi COVID-19 bisa disokong oleh semua pos anggaran.
"Pemerintah pusat memaksa desa mengalokasi 40 persen dana desa untuk BLT desa itu bertujuan untuk membantu warga miskin desa," kata Wowo.
Walaupun Wowo menilai, idealnya dilakukan evaluasi atau pengaturan penyaluran agar bantuan atau BLT yang dikucurkan itu tidak tumpang tindih serta bisa tepat sasaran
(ern/ern)