Sejumlah berita menyita perhatian pembaca Jabar hari ini. Mulai dari desakan kebiri Herry Wirawa hingga koruptor buron 17 tahun ditangkap di Bandung.
Koruptor Buron 17 Tahun Ditangkap
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menangkap buronan kasus korupsi perkara pembangunan pabrik dengan kerugian Rp 18,5 miliar. Terpidana bernama Deni Gumelar tersebut buron selama 17 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deni ditangkap tim gabungan Kejati Jabar, Kejari Bandung dan KPK saat datang ke Bandung pada Kamis (9/12/2021). Dia ditangkap di kawasan Kopo Bihbul, Kabupaten Bandung.
"Sesuai dengan hari Anti Korupsi sedunia, kami memberikan kado teristimewa untuk warga Jabar. Kami hari ini melakukan penangkapan terhadap Deni Gumelar," ucap Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana di kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Kamis (9/12/2021).
Deni diketahui melakukan tindak pidana korupsi pembangunan pabrik bentonite full aktivasi pada perusahaan daerah Argobisnis dan pertambangan Jawa Barat tahun 2000/2001. Deni diadili di Pengadilan Negeri Bandung kala itu.
Dia kemudian mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Di tingkat MA pada tahun 2005, Deni divonis hukuman tiga tahun penjara.
Namun bukannya menjalani hukuman, Deni justru kabur. Dia menghilang selama 17 tahun lamanya. Hingga akhirnya, tim gabungan mengendus keberadaan Deni pagi tadi yang datang ke Bandung dari Malang.
"Penangkapan dilaksanakan pukul 09.00 WIB saat yang bersangkutan sedang naik kendaraan umum untuk kembali ke rumahnya setelah sekian lama buron di Malang," kata Asep.
Asep menuturkan sebelum ditangkap, Deni memang dalam bidikan jaksa. Gerak-gerik Deni diawasi melalui alat yang dimiliki Kejaksaan Agung. .
"Kami melakukan pengintaian dengan teman-teman KPK. Kami mendapat informasi yang akuran yang bersangkutan di Malang dan akan jalan ke Bandung. Kemudian kami ikuti, lakukan pengintaian dan penangkapan terhadap yang bersangkutan dia niat ke Soreang ke rumah keluarganya," tutur Asep.
Deni telah dieksekusi jaksa ke rutan. Dia akan menjalani hukuman 3 tahun penjara di Rutan Bandung (Kebonwaru).
Banjir Rob Terjang Pesisir Indramayu
Banjir rob melanda wilayah pesisir Desa Eretan Wetan dan Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Kondisi itu membuat lumpuhnya aktivitas wisata Pantai Laut Eretan.
Pantauan detikcom, kunjungan wisatawan di Pantai Laut Eretan sepi. Air merendam beberapa warung. Tak sedikit pedagang yang memilih menutup dan meninggalkan warungnya. Sejumlah warung juga rusak karena terjangan ombak.
Salah seorang pedagang di Pantai Laut Eretan, Adnan (49), mengatakan banjir rob sudah terjadi sekitar sepekan. Dalam empat hari terakhir, ketinggian air rob meningkat dibandingkan sebelumnya. Sejumlah perabotan milik Adnan pun rusak akibat terjangan rob.
"Empat kulkas kita rusak terendam banjir. Paling parah itu waktu hari Minggu lalu. Ketinggian airnya sampai 60 sentimeter," kata Adnan saat berbincang dengan detikcom, Kamis (9/12/2021).
Adnan merupakan salah seorang dan enam pedagang yang memilih bertahan. Pedagang ikan bakar itu mengakui rob terjadi setiap tahun.
"Biasanya kalau akhir pekan kunjungan bisa sekitar 20 wisatawan. Sekarang nggak ada pengunjung," kata Adnan.
Adnan mengaku khawatir. Sebab, banjir rob terus meninggi setiap tahunnya. "Awal tahun ada warung yang rusak karena angin kencang, banjir, dan ombak. Khawatir juga dengan bangunan warung saya," ucap Adnan.
Senada disampaikan Anas (17), salah seorang pedagang ikan bakar. Anas mengatakan breakwater atau pemecah gelombang yang telah dibangun beberapa tahun lalu sudah rusak, sehingga tak bisa menahan gelombang air laut.
"Kita ingin mengajukan proposal ke BBWS. Penginnya breakwater itu dibuat lagi dari sungai sampai ke sini," kata Anas.
"Karena rob selalu terjadi, dari puluhan pedagang sekarang hanya tinggal enam. Harapannya, wisata bisa hidup lagi," kata Anas.
Sebelumnya, warga Desa Eretan Wetan juga mengeluhkan soal rob yang datang setiap tahunnya. "Rob ini rutin terjadi. Dalam satu bulan bisa terjadi hingga 20 hari. Minggu ini, sekitar empat harian paling besar," kata Ketua Barisan Penjaga Gerakan Bangkit (Baja Gerbang) Supriyanto (36) saat berbincang dengan detikcom di Desa Eretan Wetan, Indramayu, Rabi (8/12/2021).
Supriyanto bersama pemudaEretanWetan lainnya mendesak pemerintah bergerak bersama mencari solusi banjir rob. Sebab, lanjutSupriyanto, banjir rob dalam beberapa hari terakhir ketinggian airnya meningkat.
Muncul 'Herry Wirawan' Lain di Tasik
Seorang guru sekaligus pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Tasikmalaya tega mencabuli sejumlah santriwatinya. Dalam menjalankan aksi bejatnya sang guru berpura-pura memberi perhatian kepada santriwati yang sakit.
"Jadi aksi pencabulan dilakukan saat subuh di kobong santri. Saat mereka korban, sakit. Diberi perhatian diberi air doa dan akhirnya dilakukan pencabulan," kata Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto, Kamis (9/12/2021).
Dia mengungkapkan pelaku merupakan seorang guru ngaji sekaligus pengasuh di salah satu pondok pesantren. Dia menduga aksi bejat pelaku sudah berlangsung lama.
"Hanya seorang pelakunya. Ini sudah berlangsung bertahun tahun," kata Ato.
Ato menduga korban lebih dari satu orang. Para korban juga masih berusia 15-17 tahun. Pihaknya juga telah melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian.
"Yang kami terapi saja ada empat. Kemungkinan ada sembilan korban yang baru lapor dua orang," ucap Ato.
Kanit PPA Satreskrim Polres Tasikmalaya Aipda Josner Ali S mengaku sudah menerima laporan tindak pidana pencabulan dari KPAID. Kepolisian masih mendalami dan memeriksa saksi korban sebanyak dua orang.
"Kita sedang dalami dan lakukan penyelidikan untuk pendalaman fakta-fakta-nya. Untuk yang sudah laporan ada dua orang korban," kata dia
Hukuman Kebiri untuk Herry Wirawan Predator Seks
Pihak keluarga hingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meminta pelaku pemerkosaan 12 santriwati di Kota Bandung dihukum kebiri. Sekadar diketahui pelaku bernama Herry Wirawan (36) saat ini menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
"Ini seharusnya hukuman paling ringan itu hukuman kebiri atau seumur hidup, maunya keluarga seperti itu," ucap Hikmat Dijaya, keluarga salah satu korban, kepada wartawan via sambungan telepon, Kamis (9/12/2021)
Permintaan keluarga bukan tanpa alasan. Menurut Hikmat, perbuatan HW ini telah membuat keponakannya kehilangan masa depan.
"Karena kita sudah kehilangan harga diri dan masa depan anak dan mental anak yang ada di sini, harapan kita itu sudah mati suri lah," tutur Hikmat.
Hal serupa juga disampaikan Roni (31). Dia geram lantaran tiga saudaranya menderita gegara aksi bejat sang guru pesantren tersebut. Saudaranya yang menjadi korban rudakpaksa itu berusia 16, 17 dan 18 tahun.
"Itu (kejadian pemerkosaan) kebinasaan terhadap manusia, terlebih ini guru ngaji (pelakunya). Kalau bisa hukum kebiri! Minimal seumur hidup," tutur Roni, warga Garut, saat berbincang dengan detikcom.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) turut buka suara. Pihaknya berharap guru yang memperkosa 12 santri di Bandung dihukum maksimal. Kemen PPPA menilai hakim bisa menerapkan hukum kebiri kepada pelaku.
"Dalam kasus ini, jika terbukti, kami berharap hakim dapat menerapkan hukuman maksimal sesuai UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak," kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Naha kepada wartawan.
Nahar kemudian menyinggung penerapan hukum kebiri terhadap pelaku. Nahar menyebut aturan hukum kebiri telah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU.
"Dapat dikenakan (kebiri, red) jika memenuhi unsur pasal 81 Perppu 1 tahun 2016 yang ditetapkan (jadi) UU 17 tahun 2016 tersebut antara lain pelaku yang masuk orang yang harusnya melindungi tetapi melakukan persetubuhan (pendidik/tenaga pendidik/pengasuh anak), korbannya lebih dari 1 orang, kasus ini diduga korbannya lebih dari 15 orang," jelas Nahar.
Nahar berharap hakim yang mengadili kasus ini dapat menerapkan kasus pasal ini. Sehingga pelaku bisa dihukum maksimal. "Dari aturannya hakim dapat menerapkan hukuman sesuai UU 17 tahun 2016 tersebut," katanya.