Kawasan taman wisata dan cagar alam Pananjung Pangandaran menjadi habitat bagi monyet. Keberadaan satwa primata itu menjadi daya tarik wisata, walau pun terkadang justru mengganggu karena prilakunya yang sering mencuri barang milik wisatawan.
Di taman wisata dan cagar alam Pananjung Pangandaran setidaknya terdapat dua jenis monyet, yakni monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung (Trachypithecus auratus).
"Di cagar alam ini untuk primata ada dua jenis, monyet ekor panjang dan lutung," kata Kepala BKSDA Pangandaran Uking Iskandar, Minggu (28/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain menjadi daya tari wisata, keberadaan monyet ini sering menjadi objek penelitian untuk keperluan akademis atau pengembangan ilmu pengetahuan. "Bahkan peneliti dari Jepang sampai sekarang masih berlangsung, sudah bertahun-tahun. Walaupun teknisnya, dibantu oleh anggota kami," kata Uking.
Ada hal-hal unik yang terungkap dari berbagai penelitian terhadap monyet di cagar alam Pangandaran. Di antaranya diketahui bahwa jumlah kelompok atau 'geng' monyet di cagar alam Pangandaran ada 7 monyet ekor panjang dan 7 lutung. Total 14 kelompok itu tak ubahnya sebuah kerajaan dengan salah seekor di antaranya menjadi pemimpin.
Dinamika kehidupan kepemimpinan mereka juga kerap diwarnai pertarungan atau perebutan kekuasaan. Latar belakang pertarungan umumnya menyangkut perebutan teritorial, betina dan makanan.
"Antara monyet ekor panjang dengan lutung itu berbeda prilaku," kata Uking.
Misalnya dalam satu kelompok lutung, hanya ada satu jantan yang berkuasa. Kalau pun ada jantan lain, bisa dipastikan jantan muda atau masih anak. "Setelah dewasa anak jantan itu akan diusir, kalau melawan terjadi pertarungan, yang kalah harus pergi," kata Uking.
Hal lain yang unik dari lutung, kata Uking adalah prilaku mereka saat kawin. Si jantan yang jadi 'bos' bertingkah bak raja yang dilayani oleh sejumlah betina.
"Saat kawin lutung lebih tenang, santai. Ada pemanasan, si jantan tiduran dikelilingi setidaknya 6 betina. Berbeda dengan monyet ekor panjang, saat kawin, si jantan grasa-grusu melayani betina-betinanya," kata Uking.
Sementara itu terkait perubahan prilaku sebagian monyet ekor panjang, terutama yang memiliki teritorial di sekitar taman wisata, Uking mengatakan hal itu memang sulit dihindari. Monyet-monyet itu lebih suka sisa makanan manusia dan sering berusaha merebut kantong kresek yang dibawa wisatawan.
"Itu kan akibat kebiasaan diberi makanan oleh manusia. Sebenarnya kami memberlakukan larangan memberi makanan kepada satwa, tapi memang sulit. Terkadang saat sisa makanan dibuang ke tempat sampah, monyet-monyet itu memungutnya. Sehingga jadi kebiasaan," kata Uking.
Namun demikian Uking mengatakan persentase monyet yang mengalami perubahan prilaku, masih sedikit dari total populasi monyet di cagar alam. Monyet yang doyan nasi dan cemilan manusia, hanya yang memiliki teritorial di sekitar taman wisata.
Terkait trik dan tips, seandainya wisatawan diadang monyet di cagar alam, adalah dengan mempertahankan pengaruh atau aura kita di hadapan mereka. Jangan sampai monyet mengira kita ketakutan, buat kontak mata dan pelototi sampai monyet ketakutan. Jika ada ranting atau tongkat kayu, bisa dimanfaatkan untuk menakuti dengan cara memukulkannya ke tanah.
"Sebaiknya jangan membawa kantong plastik, monyet biasanya penasaran dengan isi kantong plastik sehingga berusaha merebut. Gunakan tas ransel atau tas berbahan lain. Kalau melihat orang menenteng kresek monyet pasti tertarik," kata Uking.
(mso/mso)