Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama dengan Forum Warga Sirnaresmi Melawan (FWSM) telah mempelajari dan melakukan advokasi terhadap warga yang diduga terdampak aktivitas tambang semen di Sukabumi selama lima tahun terakhir.
Catatan detikcom, sederet permasalahan memang dirasakan warga yang tinggal di sekitar lokasi tambang hingga pabrik semen yang berdiri Jalan Raya Palabuhan II, Kabupaten Sukabumi sejak beberapa tahun terakhir.
Warga Leuwidinding Minum Air Selokan
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga di Kampung Leuwidinding, RT 5/RW 1, Desa Tanjungsari, Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi mengeluhkan kesulitan air bersih dampak aktivitas tambang semen. Warga terpaksa memanfaatkan air selokan untuk kebutuhan sehari-hari.
Keluhan warga itu sudah disampaikan dengan mendatangi langsung PT Semen Jawa, Siam Cemen Group (SCG) di Jalan Palabuhan II, Kamis (20/9/2018). Mereka menyampaikan keluhannya akibat aktivitas tambang semen.
Warga mengaku kehilangan air bersih akibat eksploitasi tambang semen tidak jauh dari lokasi perkampungan warga. Warga menyebut eksplotasi tersebut dilakukan PT Tambang Semen Sukabumi (TSS) rekanan PT SCG di Gunung Guha.
"Dugaan kami dari 17 mata air yang menjadi sumber penghidupan warga hanya tersisa 1 mata air atau sumur yang masih bisa dimanfaatkan warga untuk mengairi sawah dan minum. Sumur warga kering, kami terpaksa memanfaatkan air selokan atau serapan irigasi sawah," kata Oon Juanda (58) warga sekaligus tokoh masyarakat setempat kepada detikcom, Jumat (21/9/2018).
Dinding Rumah Retak, Ratusan Ekor Ayam Mati
Oon Juanda (58) warga di Kampung Leuwidinding, RT5/RW1, Desa Tanjungsari, Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi, Jawa menyesal memberikan tanda tangan sebagai pelengkap dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tambang semen.
Oon mengaku tidak tahu, tanda tangan yang di buat 12 tahun yang lalu itu akan berdampak luar biasa terhadap kehidupan warga setempat. Namun nasi sudah menjadi bubur, saat ini dia hanya berharap janji manis pengelola PT Tambang Semen Sukabumi (TSS) yang menjadi rekanan PT Semen Jawa, Siam Cemen Group (SCG) segera ditunaikan.
"Saya didatangi tim yang urus Amdal, saat itu belum ada nama SCG atau Semen Jawa. Mereka datang untuk urus izin PT TSS, janjinya banyak di antaranya akan memberdayakan warga setempat dan perekrutan pekerja dari warga yang berlokasi di area tambang sehingga saat itu saya langsung memberikan tanda tangan," kata Oon di kediamannya, Jumat (21/9/2018).
Krisis air bersih mulai dirasakan warga ketika eksploitasi bahan tambang semen dimulai sekitar 2 tahun ke belakang. Terlebih adanya bahan peledak untuk tambang yang dianggap menghancurkan perekonomian warga selain banyaknya tembok yang retak akibat getaran.
"Air sudah jelas hilang, dari 17 mata air hanya 1 yang tersisa. Beberapa waktu lalu terjadi peledakan di area tambang yang hanya berjarak antara 1,5 kilometer - 2 kilometer dari perkampungan ada getaran sampai rumah retak, kami datangi ke area tambang dan minta mereka berhenti," tutur Oon.
Rumah-rumah warga dikatakan Oon memang mendapat ganti rugi, tapi tidak seberapa. Perusahaan hanya mengganti berdasar kerusakan tidak dengan dampaknya. Bahkan ratusan ekor ayam pedaging yang diternak warga mati akibat terkena dampak suara ledakan.
"100 ekor lebih ayam milik ketua RT 05 mati karena stres, sudah diajukan ganti rugi tapi sampai sekarang tidak jelas. Katanya mau diganti tapi belum juga terealisasi," jelas dia.
Ketua RT 05 RW 01, Desa Tanjungsari Madin (50) membenarkan hal itu sebelum ada eksploitasi menggunakan bahan peledak peternakan ayamnya tidak ada masalah. Namun persoalan timbul ketika ledakan keras yang berasal dari tambang terjadi.
"162 ekor ayam saya mati karena stres, sebelum ada ledakan peternakan ayam lancar. Tapi setelah adanya ledakan-ledakan saya pilih untuk menghentikan usaha saya," tuturMadin.
Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Sukabumi menyelidiki kasus kepemilikan dokumen izin penggunaan bahan peledak milik PT Tambang Semen Sukabumi (TSS) di kawasan Karst, Gunung Guha, Desa Tanjungsari, Kecamatan Jampangtengah.
Kapolres Sukabumi (Saat itu) AKBP Nasriadi menyebut peledakan yang dilakukan perusahaan tersebut menimbulkan getaran hingga merusak rumah-rumah warga di sekitar area tambang.
"Kami mendapat informasi ledakan yang dilakukan PT TSS berdampak pada warga di sekitar lokasi tambang. Warga mengklaim ledakan mengakibatkan rumah-rumah retak dan sumber air kering," kata Nasriadi kepada detikcom melalui sambungan telepon, Senin (12/8/2019).
Nasriadi mengatakan sudah mengecek langsung lokasi tambang yang berada di area PT Semen Jawa, Siam Cement Grup (SCG), tersebut pada Sabtu (10/8/2019). Uji ledakan dilakukan hari ini.
"Saya sudah cek kawasan tambang. Hari ini kita akan lakukan uji ledakan. Seluruh bahan yang digunakan, lokasi, dan kedalaman harus sama agar tim yang kita sertakan dalam pengecekan ini bisa merasakan langsung dampak dari ledakan tersebut," lanjut Nasriadi.
Polisi Setop Aktivitas Ledakan Tambang Semen
Polres Sukabumi menyetop sementara aktivitas peledakan di kawasan Kars yang dikerjakan pihak PT Tambang Semen Sukabumi (TSS). Hal itu hasil dari uji ledakan tambang yang dikeluhkan warga selama ini.
"Temuan kami, pertama masalah gudang penyimpangan bahan pelendak, volume sudah tinggi, kemudian tanggul yang kurang rendah. Kemudian ada beberapa dokumen soal bahan peledak yang belum ditandatangani oleh pengambil dan pihak gudang," kata Kapolres Sukabumi (Saat itu) AKBP Nasriadi usai melakukan Senin (12/8/2019).
Saat uji ledak dilakukan, banyak masyarakat yang kecewa karena suara ledakan dan getaran berbeda dengan peledakan tambang yang biasa dilakukan oleh perusahaan penambang. Menanggapi hal itu Nasriadi mengungkap peledakan yang dilakukan saat uji ledak memang tidak seperti biasanya.
"Bukan masalah jujur dan tidak jujur saat uji ledakan tadi mereka mengatakan hanya 55 hole atau lubang ledak. Saya tanya ke mereka biasanya berapa frekuensi terendah dan tertinggi, mereka jawab paling rendah 25 hole, 55 hole dan 99 hole. Hole yang tinggi itu yang kita duga menimbulkan getaran berdampak ke masyarakat," beber Nasriadi
Dengan adanya temuan itu polisi meminta pihak perusahaan tambang untuk mengevaluasi dan menghentikan aktivitas peledakan di kawasan tambang sampai kekurangan tersebut dilengkapi.
"Rekomendasi kita jangan menggunakan bahan peledak yang berlebihan, memang alasan mereka mengejar produksi tapi tidak bisa begitu juga. Saya sebagai pemberi rekomendasi bahan peledak bertanggung jawab dalam hal ini, kalau memang banyak mudaratnya ke masyarakat mending enggak usah ada penggunaan bahan peledak di lokasi tersebut," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Lima tahun, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama dengan Forum Warga Sirnaresmi Melawan (FWSM) telah mempelajari dan melakukan advokasi terhadap warga yang diduga terdampak aktivitas tambang semen di Sukabumi.
detikcom sudah berupaya untuk melakukan konfirmasi terkait sejumlah temuan WALHI tersebut namun pihak SGC meminta waktu untuk buka suara berkaitan hal tersebut.
WALHI menemukan adanya dampak pencemaran, lingkungan, dampak sosial, hingga dampak perubahan iklim akibat aktivitas pertambangan tersebut. Ancaman juga kerap diterima warga yang tengah berjuang untuk melawan perubahan lingkungannya tersebut.