Diungkap WALHI, Ini Sederet Masalah Tambang Semen di Sukabumi

ADVERTISEMENT

Diungkap WALHI, Ini Sederet Masalah Tambang Semen di Sukabumi

Syahdan Alamsyah - detikNews
Rabu, 27 Okt 2021 15:23 WIB
Lokasi penambangan bahan semen di Sukabumi.
Lokasi penambangan bahan semen di Sukabumi (Foto: dok detikcom).
Sukabumi -

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama dengan Forum Warga Sirnaresmi Melawan (FWSM) telah mempelajari dan melakukan advokasi terhadap warga yang diduga terdampak aktivitas tambang semen di Sukabumi selama lima tahun terakhir.

Catatan detikcom, sederet permasalahan memang dirasakan warga yang tinggal di sekitar lokasi tambang hingga pabrik semen yang berdiri Jalan Raya Palabuhan II, Kabupaten Sukabumi sejak beberapa tahun terakhir.

Warga Leuwidinding Minum Air Selokan

Warga di Kampung Leuwidinding, RT 5/RW 1, Desa Tanjungsari, Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi mengeluhkan kesulitan air bersih dampak aktivitas tambang semen. Warga terpaksa memanfaatkan air selokan untuk kebutuhan sehari-hari.

Keluhan warga itu sudah disampaikan dengan mendatangi langsung PT Semen Jawa, Siam Cemen Group (SCG) di Jalan Palabuhan II, Kamis (20/9/2018). Mereka menyampaikan keluhannya akibat aktivitas tambang semen.

Warga mengaku kehilangan air bersih akibat eksploitasi tambang semen tidak jauh dari lokasi perkampungan warga. Warga menyebut eksplotasi tersebut dilakukan PT Tambang Semen Sukabumi (TSS) rekanan PT SCG di Gunung Guha.

"Dugaan kami dari 17 mata air yang menjadi sumber penghidupan warga hanya tersisa 1 mata air atau sumur yang masih bisa dimanfaatkan warga untuk mengairi sawah dan minum. Sumur warga kering, kami terpaksa memanfaatkan air selokan atau serapan irigasi sawah," kata Oon Juanda (58) warga sekaligus tokoh masyarakat setempat kepada detikcom, Jumat (21/9/2018).

Dinding Rumah Retak, Ratusan Ekor Ayam Mati

Oon Juanda (58) warga di Kampung Leuwidinding, RT5/RW1, Desa Tanjungsari, Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi, Jawa menyesal memberikan tanda tangan sebagai pelengkap dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tambang semen.

Oon mengaku tidak tahu, tanda tangan yang di buat 12 tahun yang lalu itu akan berdampak luar biasa terhadap kehidupan warga setempat. Namun nasi sudah menjadi bubur, saat ini dia hanya berharap janji manis pengelola PT Tambang Semen Sukabumi (TSS) yang menjadi rekanan PT Semen Jawa, Siam Cemen Group (SCG) segera ditunaikan.

"Saya didatangi tim yang urus Amdal, saat itu belum ada nama SCG atau Semen Jawa. Mereka datang untuk urus izin PT TSS, janjinya banyak di antaranya akan memberdayakan warga setempat dan perekrutan pekerja dari warga yang berlokasi di area tambang sehingga saat itu saya langsung memberikan tanda tangan," kata Oon di kediamannya, Jumat (21/9/2018).

Krisis air bersih mulai dirasakan warga ketika eksploitasi bahan tambang semen dimulai sekitar 2 tahun ke belakang. Terlebih adanya bahan peledak untuk tambang yang dianggap menghancurkan perekonomian warga selain banyaknya tembok yang retak akibat getaran.

"Air sudah jelas hilang, dari 17 mata air hanya 1 yang tersisa. Beberapa waktu lalu terjadi peledakan di area tambang yang hanya berjarak antara 1,5 kilometer - 2 kilometer dari perkampungan ada getaran sampai rumah retak, kami datangi ke area tambang dan minta mereka berhenti," tutur Oon.

Rumah-rumah warga dikatakan Oon memang mendapat ganti rugi, tapi tidak seberapa. Perusahaan hanya mengganti berdasar kerusakan tidak dengan dampaknya. Bahkan ratusan ekor ayam pedaging yang diternak warga mati akibat terkena dampak suara ledakan.

"100 ekor lebih ayam milik ketua RT 05 mati karena stres, sudah diajukan ganti rugi tapi sampai sekarang tidak jelas. Katanya mau diganti tapi belum juga terealisasi," jelas dia.

Ketua RT 05 RW 01, Desa Tanjungsari Madin (50) membenarkan hal itu sebelum ada eksploitasi menggunakan bahan peledak peternakan ayamnya tidak ada masalah. Namun persoalan timbul ketika ledakan keras yang berasal dari tambang terjadi.

"162 ekor ayam saya mati karena stres, sebelum ada ledakan peternakan ayam lancar. Tapi setelah adanya ledakan-ledakan saya pilih untuk menghentikan usaha saya," tuturMadin.



ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT