Percikan Sejarah di Gedung Bioskop Pasifik Sumedang

Nur Azis - detikNews
Minggu, 03 Okt 2021 10:30 WIB
Menilik sejarah gedung bioskop Pasifik di Sumedang (Foto: Nur Azis)
Sumedang -

Gedung bioskop Pasifik menjadi salah satu bangunan heritage di Sumedang. Gedung itu pun menjadi saksi bisu bentrokan yang pernah terjadi antara Sarekat Rakyat (SR) yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Sarekat Hejo bentukan Pemerintah Hindia Belanda di Tahun 1925.

Gedung bioskop yang dibangun oleh bangsawan Belanda bernama Boesee dan diresmikan oleh Pangeran Soeria Soemantri sekitar tahun 1920-an itu, kini telah berubah menjadi Gedung Fashion.

Dalam Buku Bandung di Persimpangan Kiri Jalan (Hafidz:2021), diungkapkan bahwa bentrokan yang terjadi antara Sarekat Rakyat dan Sarekat Hejo lantaran urusan karcis. Kejadian itu dipicu akibat adanya aksi provokasi yang sempat terlontar dari anggota Sarekat Hijau yang mengolok-olok anggota SR.

Hal itu sebagaimana yang diberitakan dalam surat kabar Soerapati edisi 8 Agustus1925 :

"Doeloer-doeloer oerang noe dina boelan Januari geus dihina djeung digelokeun di Soemedang berhoeboeng djeung papaseaan dina oeroesan kartjis bioskop, dina tanggal 13 boelan Agustus 1925 bakal dipariksa ku Landraad. Kabehna aja 163 djalma. Koemaha poetoesanana oerang toenggoe bae!" (Saudara-saudara kita pada bulan Januari sudah dihina dan dikatakan gila di Sumedang berhubung dalam keributan urusan karcis bioskop, pada tanggal 13, bulan Agustus 1925 akan diperiksa oleh pihak pengadilan. Semuanya berjumlah 163 orang. Bagaimana keputusannya kita tunggu saja!).

Surat Kabar Soerapati muncul setelah kongres PKI dan SR di Sukabumi Tahun 1923. Hal itu sebagaimana yang diterbitkan oleh Patanjala Vol. 8 No. 1 Maret 2016: 1 - 20, Peranan Surat Kabar Soerapati Dalam Perlawanan Intelektual Pribumi Di Jawa Barat Tahun 1923-1925.

Sementara itu, dalam De Sumatra Post, Medan edisi Kamis 20 Agustus 1925 diungkapkan bahwa pada Kamis, 13 Juli 1925, Pengadilan dengan Hakimnya Mr Block, memulai penanganan kasus para terdakwa kasus kerusuhan yang terjadi pada akhir Januari 1925 di Sumedang.

Para terdakwa dari Perhimpunan Sarekat Rakyat di Sumedang, diantaranya Kaih alias Soekamadria sebagai ketua, Oljim sebagai wakil ketua, Theng Djie Som, Odja Maat, Soehada, Majadiredja dan Samdjah sebagai komisaris. Entjoep, Semasa Poetra dan Soekarta sebagai calon komisaris dan Soetaradja sebagai sekretaris serta terdakwa lainnya yang terlibat dalam bentrokan itu.

Kejadian itu terjadi saat para anggota SR meminta kebijakan akan potongan harga tiket karcis untuk menonton bioskop seperti yang diberikan kepada Sarekat Hijau. Namun pengelola bioskop tidak memberikanya.

Hal itu menyulut kemarahan para anggota SR yang berimbas dengan aksi pemblokiran jalan di depan gedung bioskop. Aksi mereka pun sempat dihentikan oleh polisi bahkan Asisten Residen J. van Aalen turun langsung berupaya untuk menghentikan aksi mereka.

Namun bukannya berhenti, aksi itu malah berujung pada kerusuhan antara SR dan Petugas bioskop serta polisi hingga asisten residen Soemedang Mr. J. van Aalen turut terluka di bagian kepalanya.

Semua terdakwa berjumlah 165 orang. Dari jumlah itu 120 orang diantaranya dibebaskan dan semuanya menyangkal ikut terlibat dalam peristiwa itu.

Berdasarkan sumber lainnya, kerusuhan itu menjadi sebuah kerusuhan massal antara SR dan Sarekat Hijau. Pasalnya, teriakan pengelola bioskop telah mengundang masyarakat di sekitar gedung bioskop yang lokasinya tidak jauh dari pasar Sumedang.

Jumlah Sarekat Hijau yang semakin lama semakin banyak akhirnya membuat SR memilih untuk menghentikan kerusuhan seiring dengan bertambahnya pula jumlah anggota polisi yang datang ke lokasi kejadian.

Akibat kejadian itu, SR oleh pemerintah Hindia Belanda dimasukan ke dalam daftar perhimpunan yang harus diawasi gerak geriknya. Sementara Sarekat Hijau diizinkan tetap berkembang karena dianggap dapat bersikap kooperatif terhadap pemerintah.

Penulis Buku Bandung Dipersimpangan Kiri Jalan, Hafidz Azhar menjelaskan bahwa Sarekat Rakyat merupakan organ lain dari PKI yang menitik beratkan pada perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda atas penjajahan yang dilakukannya.

"Meski berideologi Komunis, SR tidak berada di bawah kepemimpinan PKI, Kelompok tersebut mempunyai kepengurusannya sendiri yang menitikberatkan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda atas penjajahan yang dilakukannya," terang Hafidz saat dihubungi detikcom, Minggu (3/10/2021).

Sementara Sarekat Hejo (Idjo/Hijau), lanjut Hafidz, Dibentuk oleh kalangan Priyayi untuk mengkonter aksi-aksi yang dilakukan SR maupun sayap organisasi komunis lainnya.

"Sempalan dariSarekatHejo ini beragam, sepertiPamitran yang bergerak di Bandung,Sarekat Pompa diCimahi dan TolakBahlaTowilOemoer (TBTO) di Garut danTasikmalaya. Mereka kerap melakukan aksinya dengan cara meneror bukan hanya terhadap kelompok Komunis, tapi pada kelompok Islam lain seperti Persis danPSI," terangnya.

Simak juga 'Kemenparekraf Godok Skema Pembangkit Geliat Bioskop':






(mud/mud)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork