Round-Up

Kisruh Keraton Kasepuhan Cirebon, Berebut Kuasa-Ribut di Lingkungan Cagar Budaya

Sudirman Wamad - detikNews
Kamis, 26 Agu 2021 10:26 WIB
Foto: Pelantikan perangkat Kesultanan Kasepuhan Cirebon ricuh (Sudirman Wamad/detikcom).
Cirebon -

Polemik dualisme kekuasaan di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, kian panas. Bentrokan hingga saling lempar batu antar kedua pengikut sultan yang berseteru terjadi di kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon.

Sekadar diketahui, dikutip dari lama kemdikbud.go.id, Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan cagar budaya. Tercatat sebagai cagar budaya berjenis bangunan. Penetapannya tertanggal 4 Oktober 1999, dengan nomor SK 238/M/1999.

Sebelum terjadi bentrokan hingga aksi saling lempar batu antar pengikut sultan yang bersteru, yakni Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin dan Sultan Sepuh Aloeda II Raden Rahardjo Djali, perang argumen dan saling dorong terjadi saat Rahardjo Djali melantik perangkat kesultanan versinya. Keluarga dan pengikut dari Sultan Sepuh XV mendatangi acara pelantikan. Sebab, acara pelantikan merasa telah melanggar aturan yang ada.

"Kegiatan ini (pelantikan versi Rahardjo) tanpa izin Sultan Sepuh (Sultan Sepuh XV). Di keraton itu sultan cuma satu. Tidak ada sultan dua. Kegiatan yang di keraton harus ada izin dari Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin," kata Direktur Badan Pengelola Keraton Kasepuhan Cirebon Ratu Raja Alexandra Wuryaningrat usai mendatangi pelantikan, Rabu (25/8/2021).

"Saya sebagai badan pengelola Keraton Kasepuhan berhak menegur mereka. Karena tidak ada pemberitahuan. Kegiatan itu tanpa izin," kata Alexandra menambahkan.

Alexandra merupakan keluarga dari Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin, yang saat ini menduduki Keraton Kasepuhan Cirebon. Luqman dinobatkan sebagai Sultan Sepuh XV setelah ayahnya, Sutan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat wafat pada Juli 2020. Luqman hampir setahun menjabat sebagai Sultan Sepuh XV sejak dinobatkan sebagai sultan pada 30 Agustus 2020.

Tragedi Penggembokan Dalem Arum Keraton

Tahun lalu, sebelum Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadingrat wafat, gelombang perlawanan dari keturunan Sultan Sepuh XI Radja Jamaludin Aluda Tajul Arifin mulai terjadi. 27 Juni 2020, Raden Rahardjo Djali yang merupakan cucu dari Sultan Sepuh XI menggembok ruangan Dalem Arum Keraton Kasepuhan Cirebon. Video penggembokan ini viral. Rahardjo menyampaikan bahwa klan atau keluarganya lah yang berhak atas kekuasaan di Keraton Kasepuhan Cirebon.

"Hari ini, Sabtu tanggal 27 Juni 2020. Kami keturunan asli dari Sultan Sepuh XI Jamaludin Aluda Tajul Arifin. Dengan ini kami menyatakan mengambil alih Keraton Kasepuhan dari tangan saudara Arief (Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat). Demikian statemen kami buat untuk disebar luaskan ke Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat dan masyarakat Kota Cirebon," kata Rahardjo dalam video singkat pada Juni 2020 silam.

Rahardjo dan keluarga besar Sultan Sepuh XI terus melalukan perlawanan terhadap kekuasaan Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin. Saat Luqman dinobatkan menjadi Sultan Sepuh XV, keluarga besar Sultan Sepuh XI menolak. Bahkan, dua pekan sebelum Luqman dinobatkan menjadi sultan, Rahardjo Djali dilantik sebagai polmak atau penjabat sementara (Pjs) sultan oleh keluarganya.

Perseteruan kedua klan atau turunan antara Sultan Sepuh XI dan Sultan Sepuh XII kian panas. Saat Luqman dinobatkan sebagai Sultan Sepuh XV pun terjadi aksi saling dorong. Tak hanya dari klan Sultan Sepuh XI, gelombang penolakan juga muncul dari kelompok yang mengatasnamakan Santana Kesultanan Cirebon. Kelompok ini mengklaim sebagai turunan Sunan Gunung Jati. Luqman tetap dinobatkan sebagai Sultan Sepuh XV.

Sengketa Ahli Waris

Keluarga besar Rahardjo bersama kuasa hukumnya saat itu, Erdi Soemantri tetap bergerak. Klan Sultan Sepuh XI ini bergerak mengawal putusan pengadilan tahun 1958 tentang penolakan forum privilegiatum Alexander, yang saat ini mengaku menjabat sebagai Sultan Sepuh XII. Enam keturunan dari Sultan Sepuh XI mengajukan gugatan ke pengadilan terkait penolakan Alexander.

Pengadilan memenangkan gugatan keluarga Sultan Sepuh XI dengan menolak forum privilegiatum Alexander sebagai sultan. Hal itu dibuktikan dengan putusan pengadilan bernomor 82/1958/Pn.Tjn juncto nomor 279/1963 PT.Pdt juncto nomor K/Sip/1964.

Enam nama yang mengajukan gugatan penolakan itu di antaranya Ratu Mas Shopie Djohariah dan Ratu Mas Dolly Manawijah. Dolly Manawijah merupakan ibu dari Raden Rahardjo Djali. Pengadilan memutuskan yang berhak atas aset pribadi sultan adalah enam penggugat Alexander, sesuai dengan putusan pengadilan tahun 1958 bernomor 82/1958/Pn.Tjn juncto nomor 279/1963 PT.Pdt juncto nomor K/Sip/1964.

Pada Februari 2021, Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon melakukan constatering atau pencocokan objek perkara sebelum dilakukan eksekusi atas sengketa ahli waris Keraton Kasepuhan Cirebon. Objek sengketa yang dicocokkan itu berupa tanah seluas sekitar 16 hektare.

Rupanya gerakan klan Sultan Sepuh XI tak hanya berfokus pada putusan pengadilan soal sengketa ahli waris. Klan ini tetap menyusun strategi untuk bisa memuluskanRahardjo menjadi Sultan Sepuh, melanjutkan perjuangankakeknya memimpin KeratonKasepuhan Cirebon. Klan ini tetap kekeh menolak kekuasaan Sultan Sepuh XV PRALuqmanZulkaedin.




(mso/mso)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork