Kisah Lonceng Lapas Sumedang di Antara VOC dan Pabrik Meriam

Kisah Lonceng Lapas Sumedang di Antara VOC dan Pabrik Meriam

Nur Azis - detikNews
Minggu, 22 Agu 2021 09:54 WIB
Lonceng peninggalan Belanda di Lapas Sumedang
Lonceng peninggalan Belanda di Lapas Sumedang (Foto: Nur Aziz)

Pieter sendiri lahir di Holstein, Jerman Utara pada tahun 1716. Dia datang ke Amsterdam sebagai orang asing, dimana saat itu Amsterdam merupakan salah satu kota terkaya di Eropa.

Awalnya tidak ada yang spesial dalam diri Pieter sebelum ia diangkat sebagai kepala pengecoran kota Amsterdam. Jabatan itu ia emban sepeninggal Cyprianus Crans yang dikenal sebagai Kastor Perunggu yang sangat produktif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun jauh sebelumnya, para pendahulu di bidang pengecoran arteleri dan loceng di Kota Amsterdam rata-rata dipegang oleh orang asing, di antaranya Claude Fremy (1681 - 1699), Keluarga Loraine (1699 - 1715), Claes Noorden dari Holstein dan Jan Albert de Grave dari Celle, Jerman Barat (1699 - 1729.

Sepeninggal Cyprianus Crans pada tahun 1755, ia menjadi kepala pengecoran dan VOC harus mempercayakannya kepada Pieter lantaran perintah pesanan terus datang untuk alteleri ringan.

ADVERTISEMENT

Dalam koleksi kolektor senjata almarhum H. L. Visser Wassenaar tahun 2006, tidak kurang dari delapan belas senjata kecil Seeest, semuanya dilempar untuk VOC.

Pieter Seest juga memiliki beberapa lonceng gereja bahkan sampai saat ini masih ada. Namun sayang, beberapa diantaranya di klaim oleh Jerman pada saat perang dunia II untuk dilebur dalam industri perang.

Produk terakhir Seest mungkin adalah senjata mortir dan bagian ini mungkin masih bisa dijumpai di dinding kota Essaouira Maroko. Konon, itu dibuat oleh Pieter Seest dan anak-anaknya pada tahun 1782. Pengerjaannya sendiri dimulai tahun 1781 namun Pieter keburu meninggal. Anaknya, Christiaan dan Jan kemungkinan yang menyelesaikan pekerjaan itu lantaran tahun 1781 merekalah yang mengambil kendali atas jabatan pengecoran tersebut.

Kepala Lapas Kelas II B Sumedang, Imam Sapto Riadi mengatakan Lapas Sumedang menjadi salah satu bangunan Cagar Budaya di Sumedang yang dibangun di atas lahan seluas 3.000 meter persegi sekitar tahun 1771.

"Lapas ini dibangun tahun 1771 di atas tanah 3.000 meter persegi sebelah timur alun-alun Kota Sumedang, bangunan ini termasuk cagar budaya," ungkap Imam kepada detikcom di Sumedang, Sabtu (21/8/2021).

Imam menyebutkan, beberapa peninggalan Lapas Sumedang yang menjadi Cagar Budaya di antaranya Benteng setinggi 3,5 meter. Namun, kata Imam, ketinggian Benteng saat ini sudah ditambah menjadi sekitar 5 meter.

"Peninggalan lainnya adalah ada blok hunian, yakni blok Asahan dan blok Brantas dan ada sumur tua yang dibuat pada masa Hindia Belanda," terangnya.

Imam menambahkan, satu peninggalan yang penting lainnya, yakni Lonceng. Lonceng tersebut bertuliskan bahasa Belanda namun saat ini Lonceng yang ada adalah duplikasi dari Lonceng yang asli.

"Sekarang lonceng yang aslinya kita titipkan pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di Jalan Veteran No.11, Jakarta Pusat," ujarnya.


(mud/mud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads