Ratusan Rumah di Pesisir Karawang Terancam Tenggelam Akibat Abrasi

Ratusan Rumah di Pesisir Karawang Terancam Tenggelam Akibat Abrasi

Yuda Febrian Silitonga - detikNews
Jumat, 20 Agu 2021 19:48 WIB
Ratusan rumah di pesisir Karawang terancam tenggelam akibat abrasi
Penampakan rumah warga pesisir yang terancam tenggelam (Foto: Yuda Febrian)
Karawang -

Pasangnya air laut mengakibatkan ratusan rumah di wilayah Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya terancam tenggelam akibat abrasi.

Salah satu warga, Bewok (42) menuturkan abrasi yang dialami kampungnya sudah terjadi pada bulan Mei lalu, namun dampak kerusakannya tidak separah bulan ini.

"Abrasi terjadi itu, pada Bulan Mei, dulu mah gak kayak gini, surutnya cepet, dan airnya kecil," kata pria yang berprofesi sebagai pencari kepiting, di Dusun Pisangan, Cemarajaya, Jum'at (20/8/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari dampak abrasi, rumah yang ditempatinya rusak, dan kehilangan perabotan rumah.

"Air laut itu masuk ke rumah tingginya 60 sampai 70 centimeter, yang ke bawa itu pakaian, gelas piring ke kubur pasir, tidur juga di luar, karena rumah juga rusak," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Ia berharap, pemerintah bisa memindahkan rumahnya dari lokasi abrasi."Selanjutnya saya ingin pemerintah bisa memindahkan rumah saya," kata pria yang sudah tinggal sejak tahun 1992 ini.

Penampakan rumah warga yang rusak akibat abrasiPenampakan rumah warga yang rusak akibat abrasi Foto: Yuda Febrian

Sementara itu, Kepala Desa Cemarajaya, Rudi Candia mengatakan ada 3 dusun dengan jumlah 474 jiwa, dan 173 rumah yang mengalami dampak abrasi.

"Kejadian abrasi terjadi pada Senin, 16 Agustus lalu, lokasi yang terdampak itu Dusun Cemara I Utara, Dusun Cemara II Utara, dan Dusun pisangan. Untuk Cemara I Utara, itu ada 19 rumah, dan 57 jiwa, sementara Cemara II Utara, ada 285 jiwa, dan 95 rumah, kemudian di Pisangan, ada 132 jiwa, dan 59 rumah," kata Candia saat diwawancarai di kantor desa.

Selain itu, untuk ada 7 rumah dengan kondisi rata dengan tanah."Ada 7 kondisi rumah yang ambruk, sudah rata dengan tanah, sementara yang lainnya rusak berat ada 70 rumah seperti tembok dapurnya yang roboh, terus rusak sedang ada 54, itu seperti retak, ambrol sebagian lantainya, dan sisanya ada 48 rusak ringan," ungkapnya.

Simak video 'BPS Ungkap Ada 27,54 Juta Penduduk Miskin di Indonesia pada Maret 2021':

[Gambas:Video 20detik]



"Untuk korban jiwa nihil, dan 138 orang mengungsi ke rumah-rumah kerabatnya," tandasnya.

Puluhan Tahun Hidup Berdampingan dengan Abrasi

Emak Nani sudah 30 tahun menghuni gubuk berukuran sekitar 2x4 meter, dan berlantaikan bambu. Meski terlihat rawan karena posisi gubuknya tidak lebih 5 meter dari bibir pantai, Nani tetap ingin tinggal di gubuk tersebut.

"Saya gak mau pindah, tetap mau di sini bersama anak saya, yang kedua, karena yang pertama, dan keempat sudah meninggal, sementara yang ketiga udah menikah, dan di bawa suaminya," kata Nani (64) yang memiliki 4 anak ini, saat diwawancarai di lokasi gubuk biliknya, Jum'at (20/8/2021).

Beruntung detikcom bisa bertemu dengan Emak Nani, yang lokasi gubuknya sangat terisolasi, sekitar 1 kilometer dari rumah penduduk lainnya. Ia pun mengungkapkan, jika air laut pasang, jalan menuju gubugnya sudah tidak bisa dilewati lagi.

"Kalau air laut lagi naik, sudah tidak bisa dilewati," tuturnya.

Sementara itu, masih di dekat gubugnya, di antara bangunan kosong yang ditinggalkan pemiliknya karena abrasi, dari jauh terlihat perempuan muda yang tanpa mengenakan busana, dan saat ditanyai, Emak Nani mengakui sosok perempuan muda itu adalah anak keduanya yang mengalami keterbelakangan mental.

"Itu anak perempuan saya, dia tengah sakit, mentalnya, jadi mohon maaf kalau seperti itu, emang emak sengaja membiarkannya jalan-jalan karena di sini sepi gak ada orang, paling juga yang lewat doang," ungkapnya.

Demi anaknya itulah, Emak Nani tetap tinggal di gubuknya, dan berteman dengan abrasi, tanpa khawatir mengganggu warga.

"Kalau misal dipindah, saya takut nanti anak saya ganggu warga, jadi lebih baik di sini aja," katanya yang dulu pedagang ikan pindang.

Pasca ditinggalkan suaminya, 3 tahun lalu, ia kini tidak lagi berjualan ikan pindang, dan harus berteman dengan abrasi, untuk kebutuhan sehari-hari didapatkan dari bantuan kerabat, dan warga yang lewat.

"Paling sekarang saya hanya menjaga anak, dan terpaksa harus terbiasa dengan abrasi ini, kalau kebutuhan kadang dapat dari saudara, terus ada juga orang yang lewat suka ngasih uang, dan kadang makanan," katanya.

Jelang sore, air laut mulai mendekati gubuk, begitu terancamnya tempat yang didiami Emak Nani, namun wajah tuanya tidak tampak mengkhawatirkan hal itu.

"Kalau sore jelang malam emang suka naik airnya, terkadang kalau memang naiknya tinggi, saya juga terpaksa meninggalkan gubuk sementara ke daerah yang aman, biasanya ke rumah warga," terangnya.

Ia juga mengisahkan, 30 tahun dulu, lokasi ini begitu asri dengan banyaknya pepohonan, dan posisi air laut jauh dari rumahnya, yang sudah ambruk.

"Dulu itu air laut jauh banget sekitar 100 meter dari bibir pantai yang sekarang, dan banyak pohonnya," tandasnya.
Namun, ia juga berharap, pemerintah bisa memberikan solusi terbaik baginya, tanpa harus pindah rumah yang jauh.

"Kalau misal dipindahkan, mohon jangan jauh-jauh dan tidak di area penduduk yang banyak, karena saya takut mereka terganggu oleh kelakuan anak saya," terangnya.

Halaman 2 dari 2
(mud/mud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads