Pemkab Karawang berencana merevitalisasi situs sejarah di Rengasdengklok. Namun, adanya refocusing anggaran untuk penanganan COVID-19 membuat rencana tersebut ditunda.
Kepala Seksi Perencanaan Teknis Bangunan, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Karawang, Chris Prianto mengungkapkan soal revitalisasi situs sejarah di Rengasdengklok pihaknya telah membuat Draft Engineering Design (DED) pada tahun 2018.
"Untuk DED revitalisasi cagar budaya, yang di Rengasdengklok itu meliputi Tugu Kebulatan Tekad, Replika Rumah Sejarah Djiaw Kie Song, Replika Markas PETA, dan revitalisasi Kewedanaan Rengasdengklok atau Kantor Lama Kecamatan yang akan dijadikan museum kemerdekaan, semua DED sudah ada, bahkan sampai gerbang awal masuk ke Rengasdengklok, cuma kita terkendala anggaran karena direfocusing untuk penanganan covid-19, jadi pelaksanaannya ditangguhkan hingga tahun depan, mudah-mudahan bisa realisasikan," ungkap Chris saat diwawancarai di kantornya, Rabu (18/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjutnya, DED tersebut menjadi sebuah kawasan sejarah yang terintegrasi satu sama lain, dan dirancang dari tahun 2018 sampai 2019, dengan anggaran 120 miliar.
"Jadi ini kan sudah termasuk kawasan sejarah, jadi anggaran berkisar Rp 120 miliar yang akan menggunakan anggaran dari pemkab, pemprov dan pusat," ungkapnya.
Ia juga menjelaskan, DED yang dibuat kemungkinan akan ada perubahan, saat anggaran kembali normal.
"Pembuatan DED itu kan pada tahun 2018, tentunya bakal ada review soal perencanaannya kembali, karena nilai rupiah pun pastinya berubah, dan bisa dipastikan anggaran akan bertambah," terangnya.
Oleh karenanya, diakuinya, ia juga berharap pemerintah provinsi, dan pusat bisa membantu dalam segi anggaran pelaksanaan.
"Kami tentunya, berharap ada hal yang bisa dikolaborasikan dengan pemerintah provinsi, dan pusat, terkait anggaran penambahan ke depannya, karena ini menyangkut sejarah Indonesia," tuturnya.
Sementara itu, di tempat berbeda, Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Karawang, Firman Sofyan menuturkan hal sama soal revitalisasi situs sejarah di Rengasdengklok.
"Untuk sejarah di Rengasdengklok sendiri, kewenangan teknis perencanaan revitalisasi ada di PUPR, dan memang tahun ini tidak terealisasi, akibat adanya refocusing," ungka Firman saat diwawancarai.
Soal Kewedanaan Rengasdengklok
Namun, untuk Kewedanaan Rengasdengklok, ia akui baru diusulkan ke pemerintah provinsi untuk ditetapkan sebagai cagar budaya.
"Untuk Kewedanaan sendiri, sebenarnya sudah kami usulkan ke Pemprov, namun tentunya perlu ada verifikasi dari tim ahli cagar budaya, soal histori sejarahnya, karena penetapan cagar budaya sesuai aturan itu harus lebih dari 50 tahun, dan memiliki nilai historis yang tinggi," terangnya.
Meski diakuinya, pihaknya telah menempatkan juru pelihara (Jupel) di lokasi untuk merawat, dan menjaga kewedanaan Rengasdengklok.
"Kita sudah tempatkan Jupel di Kewedanaan Rengasdengklok untuk merawat, dan menjaga, walaupun diakui oleh Jupel, sangat kesulitan mengawasi warga di lokasi yang notabene berdekatan dengan pasar, hingga kawasan kewedanaan ini terlihat kumuh, dan bahkan dijadikan tempat minum-minuman, dan tidur para gelandangan pengemis," tuturnya.
Oleh karenanya, atas keluhan Jupel, ia berencana mengusulkan pemagaran, dan pembuatan papan informasi," ungkapnya.
Selain itu, ia juga berharap anggaran akan kembali normal, saat revitalisasi bangunan situs sejarah.
"Saya berharap anggaran normal kembali, agar proyek revitalisasi situs-situs sejarah bisa direalisasikan," tandasnya.
(mud/mud)