Pembangunan infrastruktur menjadi kunci penting dalam mengejar target peningkatan ekonomi Jawa Barat dalam beberapa tahun ke depan. Pembangunan infrastruktur ini perlu dilakukan secara merata di semua wilayah agar konektivitas ekonomi bisa terbangun dengan baik.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan saat ini pihaknya terus menggenjot investasi untuk pembangunan Jawa Barat. Hal tersebut terungkap dalam diskusi virtual BUMN Center Unpad, Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jabar dengan tema 'Peningkatan Dukungan Infrastruktur Logistik untuk Daya Saing dan Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat.'
"Sejak 2020 lalu, telah ada komitmen investasi hingga Rp 380 triliun. Selain itu pihak nya juga terus menggenjot skema pembiayaan lainnya," kata pria yang akrab disapa Kang Emil, Minggu (15/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kang Emil menyatakan untuk membangun Jawa Barat tidak bisa hanya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) saja. Tapi perlu juga dukungan sumber pendanaan lain.
"Kita tidak bisa membangun jabar hanya menggunakan dana APBD, tapi juga perlu alternatif lain seperti pinjaman daerah, CSR, obligasi daerah, dana keumatan, dan BLU untuk mendanai berbagai proyek," ucapnya.
Kang Emil menambahkan minat investasi kepada Jabat cukup tinggi. "Ada tiga hal yang menyebabkan Jawa Barat cukup menarik investasi, yaitu kesiapan infrastruktur, SDM yang produktif, dan kualitas pelayanan investasi yang baik. Kemudian konsep penyetaraan pembangunan antara selatan, Bandung raya, Bodebek Punjur, dan Rebana utara," tuturnya.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Herawanto mengatakan pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia bisa tumbuh sebesar 6 persen hingga tahun 2022.
Namun untuk mengejar pencapaian itu, infrastruktur Indonesia harus digenjot lagi. Saat ini, peringkat infrastruktur Indonesia berada di 57 dunia. Alokasi pembangunan infrastruktur hingga Rp 417 trilliun diharapkan bisa terdistribusi ke Jawa Barat.
"Sementara untuk di Jabar, ekonomi kita berada di urutan ketiga terbesar di Indonesia. Infastruktur Jabar menjadi kunci agar bisa dorong ekonomi nasional. Setidaknya, jika anggaran Rp417 triliun terealisasi ke Jabar, bisa memberi PDRB sampai 0,45%. belum lagi multiplayer efek lainnya dan memberi dampak jangka panjang," jelasnya.
Kendati demikian, pembangunan infrastruktur yang merata diperlukan antara utara dan selatan Jawa Barat. Kawasan selatan Jabar harus dipercepat lagi. Kawasan itu memiliki potensi pariwisata dan agribisnis. Namun untuk pengembangan Jabar selatan perlu dukungan infrastruktur, seperti pusat distribusi dan pelabuhan. Kemudian pembangunan jaringan telekomunikasi untuk pengembangan pariwisata.
Untuk merealisasikan pembangunan infrastruktur di Jabar terutama wilayah selatan, Herawanto merekomendasikan beberapa hal penting. Pertama dari sisi pembiayaan perlu didorong creative financing dengan skema pembiayaan memanfaatkan bank lokal dan asing.
'Kemudian sinergi antar stakeholder dengan dibentuk gugus tugas untuk mengatasi berbagai persoalan di lapangan seperti pembebasan lahan dan lainnya. Terakhir adalah pengelolaan ekonomi kawasan konservasi berbasis teknologi," paparnya.
Staf Khusus Kemenhub RI Otto Ardianto yang hadir dalam kegiatan tersebut menambahkan, sebelum pandemi laju pertumbuhan transportasi dan pergudangan sampai 5 persen. Namun saat pandemi turun cukup besar, seperti sektor transportasi turun hingga 31 persen. Sehingga, ke depan, kata dia, perlu ada solusi untuk mempercepat sektor transportasi logistik ini, terutama pasca pandemi.
"Beberapa kendala logistik saat ini yaitu persoalan infrastruktur yang mesti terkoneksi dengan pelabuhan dan bandara. Kemudian persoalan komoditas, penyedia jasa logistik, regulasi dan birokrasi, serta sistem informasi rantai pasok yang baik," tambahnya.
Ia pun menekankan, pemerintah tidak hanya membangun infrastruktur tapi membangun integrasi antar moda sehingga bisa terhubung. Walaupun, kata dia, kebutuhan investasi sektor transportasi mencapai Rp1.300 triliun. Sementara akibat pandemi menyebabkan dana hanya terealisasi sekitar Rp 266 triliun, sehingga dibutuhkan skema pembiayaan lainnya.
(wip/mso)