Tingkat kematian kasus COVID-19 di Kabupaten Pangandaran hingga Minggu (1/8/2021), tercatat sebesar 3,38 persen. Total sebanyak 182 warga wafat dari total kasus COVID-19 sebanyak 5.385. Angka tersebut melebihi batas maksimal yang digariskan WHO sebesar 3 persen.
Erisanti, dokter spesialis penyakit dalam RSUD Pangandaran mengatakan tingginya angka kematian disebabkan karena pasien COVID-19 terlambat mendapatkan perawatan medis. Mereka datang ke RSUD ketika gejala sudah berat, sehingga tidak tertolong.
Dia menilai isu atau asumsi takut 'dicovidkan' yang selama ini berkembang luas di masyarakat ditenggarai menjadi salah satu penyebab, pasien enggan berobat atau menjalani tes ketika mengalami gejala awal. Mereka baru mau dibawa ke rumah sakit ketika gejala sudah semakin parah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau memang bukan COVID-19, kami tak akan 'mengcovidkan'. Percayalah," kata Erisanti, Senin (2/8/2021).
Lebih lanjut Erisanti memaparkan ada 4 fase yang terjadi pada orang yang terpapar virus Corona. Pertama adalah fase infeksi awal. Pada fase ini pasien umumnya mengalami gejala seperti sakit biasa. "Umumnya demam, sakit tenggorokan, pegal-pegal, atau ada yang sekedar nyeri ulu hati. Ya seperti sakit biasa," kata Erisanti.
Pada fase awal ini masih sulit membedakan antara COVID-19 atau bukan. Sehingga idealnya dilakukan pemeriksaan atau tes swab. Meski di sisi lain, masyarakat yang mengalami 'sakit biasa' itu banyak yang enggan memeriksakan diri.
Setelah fase infeksi awal itu, kemudian akan memasuki fase kedua yaitu fase paru. Di fase ini virus mulai menyerang fungsi paru-paru. "Nah di fase ini pasien harus mendapat perawatan medis. Karena oksigen yang masuk ke paru mulai terganggu," kata Erisanti.
Selanjutnya adalah fase kritikal atau fase dimana kondisi pasien semakin memburuk. "Oksigen yang masuk ke tubuh paling hanya 70 persen," kata Erisanti. Di fase ini menurut Erisanti obat apapun yang diberikan tidak banyak membantu.
Fase keempat adalah penyembuhan atau konvalesen. "Pada fase penyembuhan pun masih harus dipantau karena masih ada potensi gangguan paru atau kekentalan darah," kata Erisanti.
Erisanti menegaskan bahwa pemantauan pasien agar tidak terlambat mendapat penanganan medis menjadi salah satu kunci untuk menekan angka kematian akibat COVID-19. "Termasuk memantau pasien isolasi mandiri, karena banyak juga yang meninggal saat isolasi mandiri," kata Erisanti.
Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata mengakui bahwa tingkat kematian pasien COVID-19 di Pangandaran tinggi meski dia juga mengatakan tingkat kesembuhan juga tinggi.
"Iya tingkat kematian tinggi sampai 3,38 persen, lebih 0,38 dari target WHO. Tapi tingkat kesembuhan juga tinggi. Kesembuhan 93,2 persen dari target 83 persen," kata Jeje.
Dia juga mengaku sudah menggelar rapat dengan tim medis RSUD terkait angka kematian ini. "Intinya kan jangan sampai terlambat dirawat. Asumsi takut dicovidkan itu menyesatkan, banyak yang terlambat ditangani gara-gara itu. Ngapain kita mengcovidkan orang kalau memang bukan COVID-19, apa untungnya? Yang jelas kalau angka COVID-19 tinggi yang rugi kita semua," kata Jeje
Untuk menyiasati kondisi itu, Jeje mengatakan akan menyiagakan 1 orang perawat di setiap desa. Bahkan untuk desa yang wilayahnya luas ditempatkan 2 perawat.
Perawat itu memantau pasien isolasi mandiri dan langsung terkoneksi dengan dokter di RSUD Pangandaran. "Dibikin grup dan jaringan khusus, jadi kalau yang isoman mulai ada gejala. Perawat yang ditugaskan langsung lapor ke dokter di RSUD, kalau parah rujuk langsung ke rumah sakit. Saya masuk di grup itu biar ikut memantau," kata Jeje.
(mso/mso)