Kebijakan pemerintah terkait aturan batas waktu maksimal 20 menit dine in atau makan di restoran atau tempat kuliner, tak membuat pengusaha restoran seafood di Pangandaran patah arang. Meski menyediakan masakan seafood dianggap memakan waktu lama, tapi pengelola restoran di Pangandaran mengaku siap bekerja cepat.
"Cepat kok, 10 menit juga beres. Siap, ayo mau pesan apa," tantang Dewi, pengelola restoran seafood Sari Melati di pantai timur Pangandaran, Selasa (27/7/2021).
Waktu 10 menit menurut dia cukup untuk menyiapkan menu lengkap hidangan seafood. Mulai dari cumi krispi, udang saus tiram, ikan bakar, tumis kangkung dan es jus. "Cukup 10 menit, karena pegawai kita 20 orang. Sekarang kebanyakan melamun karena sepi pembeli," kata Dewi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengakui jika keadaan sudah normal dan wisatawan ramai kembali, waktu 10 menit tidak akan cukup untuk menyiapkan hidangan seafood yang komplit. Aturan batas waktu maksimal 20 menit bagi pengunjung berada di restoran, hanya cukup untuk menunggu masakan matang.
"Ah sekarang kita mah boro-boro mikirin waktu atau aturan pemerintah, pembelinya juga nggak ada. Sekarang mah mendingan mikirin gimana supaya pembeli ramai lagi, kalau masalah waktu masak mah gampang, bisa nambah pegawai kalau perlu," kata Dewi.
Dia mengatakan selama pemberlakuan PPKM atau selama objek wisata Pangandaran ditutup, penurunan omzet melonjak drastis, bahkan sampai ke titik nol. "Sering seharian tak ada satu pun pembeli, paling ada pembeli satu atau dua meja saja," kata Dewi.
Yayu Tum pemilik restoran tersebut mengaku meski wisata ditutup dan PPKM diberlakukan, dirinya tetap memilih buka melayani pembeli. Padahal mayoritas restoran di blok pasar ikan pantai timur Pangandaran itu memilih tutup sementara.
Sewaktu PPKM Darurat restorannya hanya melayani takeaway, setelah beberapa hari lalu diperbolehkan dine in, dia pun mulai memasang kursi dan meja lagi. "Saya nggak tutup, kasihan pegawai. Kalau tutup mereka jadi menganggur, saya mah mendingan buka saja," kata Yayu Tum.
Ia mengaku tetap memberikan upah seperti biasa kepada para pegawainya. Meski merugi, dia mengaku hal itu sudah menjadi risiko yang harus ditanggung oleh seorang pengusaha.
"Ya namanya dagang, kadang rugi kadang untung. Nggak boleh hanya mau untungnya saja. Kasihan kan pegawai kita, kalau diliburkan mereka mau makan apa," kata Yayu Tum.
(bbn/bbn)