Menyelisik Sejarah Pembangunan Jalur Kereta Api Banjar-Cijulang

Menyelisik Sejarah Pembangunan Jalur Kereta Api Banjar-Cijulang

Faizal Amiruddin - detikNews
Sabtu, 03 Jul 2021 20:35 WIB
Jembatan Kereta Api Banjar-Cijulang
Bekas jembatan kereta api jalur Banjar-Cijulang. (Foto: Faizal Amiruddin/detikcom)
Pangandaran -

Jejak peninggalan jalur kereta api (KA) Banjar-Cijulang saat ini hanya menyisakan jembatan dan terowongan. Itu pun relnya sudah hilang.

Namun, catatan sejarah pembangunan jalur KA sepanjang 82,16 kilometer itu masih menyimpan daya tarik, terutama pembangunan jembatan dan terowongan. Itulah sebabnya pemerintah menetapkan jembatan dan terowongan itu sebagai cagar budaya yang dilindungi hukum.

"Betul, jembatan dan terowongan KA Banjar-Cijulang sudah ditetapkan menjadi cagar budaya," kata Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Pangandaran Aceng Hasyim, Sabtu (3/7/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Belum lama ini, Aceng menjelaskan, Balai Arkeologi, PT KAI dan pihak terkait lainnya melakukan penelitian. Dari kegiatan itu terungkap hal-hal menarik dari proses pembangunan jalur kereta termahal di Indonesia tersebut.

"Dari makalah penelitian yang disusun oleh Ir. Intrias Herlistiarto, diketahui Pemerintah Belanda menghabiskan anggaran f 9.583,421 gulden, padahal sebelumnya direncanakan f 5.064,000, gulden. Anggaran menjadi mahal karena banyak membangun jembatan dan terowongan," tutur Aceng.

ADVERTISEMENT

Dia mengungkapkan dari total jarak 82,16 kilometer, 72 kilometer adalah lintasan datar, sementara sekitar 10 kilometer adalah menembus pegunungan. Total jembatan yang dibangun ada 54 unit dengan panjang total 1.520 meter.

Jembatan Kereta Api Banjar-CijulangBekas jembatan kereta api jalur Banjar-Cijulang. (Foto: Faizal Amiruddin/detikcom)

Tapi yang kini dijadikan cagar budaya adalah tiga jembatan terpanjang. Masing-masing jembatan Cikacepit atau Cipamotan sepanjang 310 meter dengan kedalaman 38 meter, kedua jembatan Cipambokongan sepanjang 299 meter dengan kedalaman 40 meter, dan ketiga jembatan Cikabuyutan panjang 176 meter dengan kedalaman 34 meter.

Kemudian ada empat buah terowongan, yaitu terowongan Philips di Batulawang Banjar sepanjang 281 meter, terowongan Hendrik di Kalipucang Pangandaran sepanjang 105 meter, terowongan Juliana di Kalipucang sepanjang 147 meter dan terowongan Wilhelmina di Kalipucang sepanjang 1.116 meter.

"Semua terowongan dinamai keluarga raja Belanda, kalau jembatan itu nama daerahnya. Sementara jumlah bangunan ada enam stasiun dan 16 halte," kata Aceng.

Menurut Aceng, selain memakan biaya besar, pembangunan empat terowongan dan tiga jembatan itu sempat diwarnai dinamika. Pada waktu itu terjadi perdebatan antara dilanjutkan membuat jalur menembus pegunungan di Kalipucang atau dialihkan ke jalur lain. Dinamika itu sempat membuat pembangunan tertunda pada tahun 1911 hingga 1913.

"Akhirnya pemerintah Belanda nekat membuat jalur KA dengan membuat terowongan menembus gunung dan membuat jembatan untuk melintasi lembah," ucap Aceng.

Pada saat pengerjaan jembatan, Belanda menggunakan teknologi konstruksi paling mutakhir di zamannya. Bahkan sampai mendatangkan alat khusus dari Jerman.

"Mereka mendatangkan derek khusus dari Jerman untuk merangkai jembatan. Sementara bentangan bajanya pun didatangkan langsung dari Belanda, melalui Cilacap melintasi penyeberangan Kalipucang," ujar Aceng.

Bentangan baja itu dirangkai dengan sistem knock down di atas pondasi beton raksasa setinggi kisaran 40 meter. Sementara itu, pembangunan empat buah terowongan pun tak kalah luar biasa.

Jembatan Kereta Api Banjar-CijulangTerowongan ini jejak peninggalan jalur kereta api Banjar-Cijulang. (Foto: Faizal Amiruddin/detikcom)

Prinsip pembangunan terowongan KA ini dilakukan karena kondisi yang tidak memungkinkan jika jalur KA dibuat melingkar berbelok tajam atau menanjak mendaki gunung. Sehingga tiada cara lain selain membuat terowongan.

"Penggalian terowongan dilakukan manual dengan peralatan sederhana, tidak menggunakan bahan peledak atau bor raksasa. Untuk menggali terowongan ini banyak warga lokal dan warga Cilacap yang dipekerjakan," kata Aceng.

Melubangi tiga gunung itu, termasuk terowongan Wilhelmina yang panjangnya 1.116 meter, butuh waktu sekitar 3 tahun. "Menurut sumber lokal, setelah beres membuat terowongan itu dihelat pesta dengan pertunjukan ronggeng gunung," tuturnya.

Menurut Aceng, jembatan dan terowongan KA tersebut memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi dan menjadi daya tarik wisata edukasi. "Banyak anak-anak teknik sipil yang meneliti ke sana. Banyak pula yang malah meneliti hal-hal mistis di dalam terowongan," ucap Aceng.

Sementara itu, Haris, salah seorang polisi cagar budaya yang ikut penelitian, mengaku saat di lapangan malah 'diserbu' warga. "Jadi dikiranya jalur KA ini akan diaktifkan kembali, warga banyak yang menyerbu kami membicarakan ganti rugi. Padahal kami sedang meneliti dari sisi cagar budaya," ujar Haris.

Sepanjang jalur dari Banjar sampai ke Cijulang, saat ini memang sudah banyak yang diduduki warga, bahkan dengan bangunan permanen. Sehingga wacana reaktivasi jalur KA tersebut dianggap berat dari sisi dampak sosial. Selain dari mahalnya nilai investasi membangun kembali jalur KA tersebut.

Halaman 2 dari 2
(bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads