Mahasiswa Cianjur mendorong larangan kawin kontrak segera dibuat Peraturan Daerah (Perda). Sanksi tegas hingga pidana diharapkan bisa diterapkan agar memberikan efek jera bagi para pelakunya.
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cianjur Elsa Kirmawati mengatakan pihaknya mendukung kebijakan Pemkab Cianjur yang memberlakukan Peraturan Bupati (Perbup) berkaitan Pencegahan Kawin Kontrak. Namun, Elsa memberikan catatan yang perlu disikapi dan ditindaklanjuti pemerintah usai ditetapkannya Perbup tersebut.
"Sebab jangan sampai langkah progres bupati Cianjur hanya sebatas seremonial, dari kelarnya kontes demokrasi di Kabupaten Cianjur atau hanya sekadar pemanfaatan momen tertentu," ujar Elsa, Rabu (23/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Terperangkap Kawin Kontrak di Puncak |
Ia menilai Perbup larangan kawin kontrak itu tidak merepresentasikan pembentukan peraturan yang baik dan benar. Salah satunya dalam Pasal 7 yang dinilai multitafsir dan penyusunan bab yang tidak sesuai.
"Dalam hal ini perlu adanya revisi, pelibatan akademisi dalam pembuatannya," kata Elsa.
Dia mengatakan Perbup tersebut masih berorientasi pemulihan terhadap korban. Seharusnya, menurut Elsa, pencegahan harus menyasar juga pelaku dengan upaya persuasif hingga pada pemberantasan secara represif.
"Lebih jauh lagi jika perbuatan menyimpang sudah masif, maka Pemda perlu melakukan social rehabilitation sebagai upaya pemulihan skala besar," tuturnya.
Pihaknya mendesak Pemkab Cianjur bisa segera mengusulkan Perbup Pencegahan Kawin Kontrak menjadi produk hukum berupa Perda. "Selain menjadi bentuk sinerginya stakeholder Kabupaten Cianjur, secara substansi Perda dapat memuat ketentuan sanksi administrasi, maupun pidana dalam mencegah dan memberantas kawin kontrak," ujar Elsa.
Senada disampaikan Ketua Alinea Mahasiswa Universitas Putra Indonesia (Unpi) Cianjur Wildansyah Firdaus. Dia mengatakan tujuan dari Pemkab Cianjur dalam mencegah praktik kawin kontrak sudah bagus dengan menerbitkan Perbup.
Namun, Wildansyah menegaskan, Pemkab Cianjur seharusnya menyusun terlebih dulu Perda. "Harusnya Perda dulu, supaya payung hukumnya kuat. Bukannya malah Perbup dulu dan disadarkan pada aturan lain yang belum spesifik," kata dia.
Menurut Wildansyah, Pemkab Cianjur terlalu memaksakan membuat Perbup sehingga implementasi di lapangan akan sulit. Bahkan isi dalam Perbup tersebut masih belum mencakup substansi permasalahan kawin kontrak.
"Terkesan dipaksakan, seperti mengejar sesuatu. Padahal kalau memang mau terlihat serius, bisa dengan alternatif lain. Tidak harus memaksakan membuat Perbup. Karena berbicara aturan itu harus matang mencakup semua hal, termasuk solusi dari masalah yang dihadapi para pelaku sehingga menjalankan praktik tersebut," tutur Wildansyah.