Mahasiswa yang tergabung dalam GMKI, KAMMI, PMKRI, HMI, dan HIKMAHBUDI mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus dugaan korupsi mega proyek di DPRD Jabar.
Ketum HMI Badko Jawa Barat Khoirul Anam mengatakan, pihaknya minta atensi khusus kepada KPK agar kejadian OTT terkait Banprov di Kabupaten Indramayu tidak terjadi di kota kabupaten lain di Jabar.
"Kasus sudah dihandle oleh KPK, dari zaman OTT Bupati di Indramayu. Cuman, penanganannya kalau kita lihat terpolarisasi, kedua tidak ada evaluasi baik di DPRD untuk mengevaluasi sistem dalam pokok-pokok pikiran, kalau dari kuta minta atensi khusus dari KPK karena pola tersebut objeknya di Indramayu dan itu memungkinkan terjadi di Kota kabupaten lain," katanya via sambungan telepon, Minggu (13/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia ingin, di tengah konflik internal yang terjadi, lembaga antirasuah itu bisa menunjukkan performa terbaiknya.
"Ini harus ada tim khusus, untuk melakukan apakah itu investigasi, penyidikan terhadap kasus Banprov dengan skema jual beli pokok-pokok pikiran. Ini memang harus asa atensi khusus walaupun di tengah dinamika di internal KPK, kami berharap KPK bisa menunjukan prrformanya, khususnya dalam kasus DPRD Jawa Barat ini," ungkapnya.
Ia menilai, kasus ini sudah digambarkan sedemikian rupa. Kejadian Banprov di Indramayu bisa terjadi di daerah lainnya
"Kasus ini sangat sistematis sekali, dugaan kuat dari teman-teman mahasiswa bahwa pola-pola jual beli pikiran dan ada pengusaha yang memadai dan sistem di DPRD dan Bappeda itu tidak transparan, bisa kong kalikong," ujarnya.
"Ini di Indramayu dan bisa saja terjadi di kota kabupaten lain, ini anggarannya besar, satu dewan itu kurang lebih 15 miliar, kalau 120 angkanya bisa lebih besar lagi. Saya berharap, KPK punya atensi khusus untuk kasus ini di Jawa Barat," tambahnya.
Sebelumnya, apa yang disampaikan oleh Ketum HMI Badko Jawa Barat Khoirul Anam disampaikan juga dalam diskusi "Bersih bersih Jawa Barat. Telaah: Skandal Mega Korupsi di DPRD Jawa Barat".
Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Asep Warlan yang menjadi salah satu narasumber turut berkomentar dengan adanya kasus ini, ia menilai dalam Bahasa Hukum Administrasi, harus ada penguatan di pemerintahan, aparatur pemerintahan, penegak hukum, di tingkat pengadilan. Bagaimana menyambungkan antar KPK, Polisi, Kejaksaan, Inspektorat dan sebagainya.
"Bahwa tidak ada satupun UU yang bisa menyambungkan hubungan antar penegak hukum secara kelembagaan, itu kelemahan esensial. Perlu adanya UU yang mengatur tentang hubungan antar penegak hukum," ujarnya.
Menurutnya, jika kita bicara dalam pemberantasan korupsi kita mulai dari awal, harus dipastikan lima hal, pertama harus ada UU yang mengatur hukum acara dan hukum materilnya dibangun dengan sempurna.
"Dua, belum adanya mekanisme penegakan bagi penegak hukum bukan hanya di hilir tetapi di hulunya. Tiga, bagaimana cara kita menyelesaikan kasus korupsi dari hulu ke hilir. Empat, anggaran penegakan hukum masih ada problem, perlu ada SDM yang punya integritas dan kompetensi, serta di backup dengan anggaran yang memadai dan lima, penguatan demos/ Partisipasi masyarakat," pungkasnya.
Simak juga 'Dewas KPK Sidang Etik 2 Penyidik yang Tangani Kasus Korupsi Bansos':