Soroti Bancakan Korupsi, DPRD Banten Ungkit Pernah Tolak Hibah Ponpes

Soroti Bancakan Korupsi, DPRD Banten Ungkit Pernah Tolak Hibah Ponpes

Bahtiar Rifa'i - detikNews
Sabtu, 05 Jun 2021 14:57 WIB
Poster
Ilustrasi kasus korupsi (Ilustrator: Edi Wahyono)
Serang -

Hibah pondok pesantren (ponpes) di Banten tahun 2018 dan 2020 menjadi ajang bancakan sehingga timbul penyidikan oleh penegak hukum. Komisi V DPRD Banten menyatakan bahwa pernah ada usulan menolak hibah termasuk merubah mekanisme jumlah anggaran.

Ketua Komisi V DPRD Banten M Nizar menjabarkan penyusunan anggaran hibah dilakukan oleh periode anggota dewan sebelum 2019. Begitu anggota periode 2019-2024 dilantik, anggaran hibah sudah masuk pada kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS).

Waktu itu, kebijakan hibahnya tidak bisa diubah oleh anggota dewan kecuali angka anggarannya. Tercatat bahwa ada 3 ribu lebih pondok pesantren yang akan menerima hibah tahun 2020 dengan jumlah masing-masing Rp 30 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komisi V, katanya, sempat berdebat dengan Sekda Banten Al Muktabar selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Mereka meminta agar hibah diprioritaskan hanya pada pesantren yang membutuhkan karena nilai tersebut dianggap tidak cukup.

"Kami tidak setuju dengan hibah ponpes yang notabenenya punya 3.926 (pesantren) kita bagi-bagi Rp 30 juta. Kita bukan sinterklas, yang kerjanya bagi-bagi duit yang jumlahnya nggak jadi apa-apa," kata Nizar dalam sebuah diskusi terbuka tentang hibah ponpes di Serang, Banten, Sabtu (5/6/2021).

ADVERTISEMENT

Waktu itu, diusulkan agar penerima pesantren diberi Rp 150 juta. Dari 3 ribu lebih pesantren itu dipilah pesantren prioritas. Namun, Sekda katanya menolak usulan itu.

"Kita prioritaskan mana pondok yang kembang kempis. Kalau kita beri Rp 100 juta tentu dia bisa buang ruang kelas, asrama. Ini yang kami sarankan, tapi TAPD waktu itu menolak," ujar Nizar.

DPRD Banten waktu itu sudah mendengar bahwa anggaran hibah 2018 yang disalurkan melalui pihak ketiga dalam hal ini Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) dijadikan bancakan oknum. Hibah yang jumlahnya Rp 20 juta per pesantren itu menurutnya ada yang dipotong per pesantren Rp 5 juta.

"Kejadian 2018 ada beberapa sumber menyampaikan bahwa ada terjadi pemotongan. Informasi yang kami dapatkan Rp 5 juta. Saya sampaikan saat rapat, ini kayak kentut, baunya harum semerbak tapi tidak bisa kami buktikan," ujar Nizar.

Karena usulan itu ditolak, hibah pada 2020 pun kemudian dilanjutkan. Tim TAPD katanya berdalih hibah di tahun itu tidak melalui pihak ketiga dan disalurkan langsung ke pemohon dalam hal ini pesantren.

"Saya sampaikan ke TAPD jangan sampai kayak sinterklas bagi-bagi kue jadi persoalan ke depan. Waktu itu jawabnya begini, justru karena itu bantuan Rp 30 juta akan kita salurkan ke berbagai permohonan, disalurkan ke rekening si penerima langsung, kalau ini terjadi tidak jadi persoalan, itu kata kata TAPD," tutur Nizar.

Sebagaimana diketahui, kasus hibah ponpes 2018 senilai Rp 66 miliar dan tahun 2020 Rp 117 miliar disidik Kejati Banten. Sudah ada tersangka di kasus ini antara lain eks Kabiro Kesra Pemprov Banten Irvan Santoso, PNS Kesra Toton Suriawinata. Tiga orang lain yaitu oknum pemotong hibah di lingkungan pesantren yaitu inisial ES, honorer Kesra inisial AG dan AS pengurus pesantren.

Halaman 2 dari 2
(bri/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads