Hadi juga berbicara mengenai sarana dan prasarana yang ada di Jabar. Menurutnya, ada ketimpangan sarana dan prasarana untuk wilayah perkotaan dan juga di pinggiran atau pelosok.
"Kemudian juga faktor keterbatasan sarana. Ketika bicara di kota bisa bicara tempat tidur banyak. Tidak termasuk Garut selatan dan lain-lain. Sementara Covid ini ada satu puskesmas misalnya, dia bertanggung jawab sekian desa. Di selatan Jabar, Garut selatan, Cianjur selatan sampai Sukabumi itu jumlah sarana prasarana terbatas," ujarnya.
Atas hal itu, termasuk penilaian dari Menteri Kesehatan, Hadi meminta agar Pemprov Jabar mengevaluasi secara menyeluruh. "Segera lakukan evaluasi menyeluruh. Gugus tugas sekda lengkapi semua kekurangan kemudian jangan berdalih. Cari solusinya," kata Hadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekadar diketahui, pemerintah pusat menyampaikan penilaian terhadap pengendalian pandemi virus Corona tingkat provinsi. Hasilnya, DKI Jakarta menjadi satu-satunya provinsi yang mendapatkan nilai paling buruk.
Penilaian terhadap penanganan pandemi itu disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono saat rapat dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (27/5/2021). Data yang dipaparkannya berasal dari minggu epidemiologi ke-20 atau 16-22 Mei 2021.
Dalam rapat itu, turut ditampilkan slide show mengenai penilaian kualitas pengendalian pandemi. Kualitas pengendalian pandemi itu dinilai berdasarkan laju penularan dan level kapasitas respons.
Nilai kualitas pengendalian pandemi berkisar antara nilai paling baik yaitu A, sampai paling buruk yaitu E. Dante kemudian memaparkan wilayah-wilayah yang diberi penilaian soal pengendalian COVID-19. Tidak ada wilayah yang mendapat penilaian A ataupun B.
Dari 34 provinsi di RI, hanya DKI Jakarta yang diberi nilai E. Sementara itu, 10 provinsi diberi nilai C, sisanya mendapat nilai D. Jabar diberi nilai D dalam hal ini.
Akan tetapi, hal itu kemudian diklarifikasi oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Budi menegaskan data tersebut bukanlah penilaian kinerja penanganan COVID-19 di daerah.
"Saya tegaskan, bukan, sekali lagi bukan penilaian kinerja dari daerah baik provinsi, kabupaten, atau kota," kata Budi dalam jumpa pers virtual, Jumat (28/5/2021).
Budi menjelaskan data tersebut merupakan indikator risiko yang digunakan Kementerian Kesehatan secara internal. Data itu, lanjutnya, digunakan untuk melihat laju penularan pandemi dan bagaimana kesiapan respons setiap daerah.
(dir/bbn)