Kisah Sendu Nakes di Bandung Saat Gema Takbir Idul Fitri Berkumandang

Kisah Sendu Nakes di Bandung Saat Gema Takbir Idul Fitri Berkumandang

Yudha Maulana - detikNews
Selasa, 18 Mei 2021 16:53 WIB
young Asian doctor, dressed in anti-virus clothing, sits on the floor tired and uses a smartphone to make a video call to his family. corona virus concept.
Ilustrasi (Foto: Getty Images/iStockphoto/12521104)
Bandung -

Jauh dari keluarga saat momen Idul Fitri 1442 H turut dirasakan oleh para tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Kota Bandung.

Di saat banyak yang mengeluh lantaran tak bisa mudik, para nakes ini bahkan tak bisa pulang ke rumahnya karena harus mengabdi dengan merawat para pasien di masa pandemi COVID-19 ini.

Sudah 16 tahun, Budi Wahyudin nyaris tak pernah pulang ke rumahnya saat lebaran. Pekerjaannya sebagai perawat, menuntutnya untuk tetap bekerja sepenuh hati meskipun hari raya Idul Fitri tiba.

"Setiap tahun saya selalu jaga lebaran, hari pertama, hari kedua, saat takbiran. Anak saya sampai menanyakan, kenapa ayah tak pernah ada di rumah saat lebaran," kata Budi saat berbincang dengan awak media sesi pertemuan virtual, Selasa (18/5/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahun ini, dikatakan Budi lebih sendu. Suara takbir yang menggema di berbagai penjuru Kota Bandung, kian menyayat hatinya mengingat sang istri baru melahirkan anak ketiganya. Di saat yang bersamaan, ia juga harus merawat para pasien yang terpapar virus Corona di General Intensive Care Unit (GICU) COVID-19 RSHS.

"Ketika lebaran itu berat, karena ketika hari raya tidak bisa bertemu sanak saudara. Istri melahirkan anak ketiga kami. Di rumah saya memang ada keluarga, ada ibu yang lagi sakit. Kalau lebaran enggak bisa pulang. Enggak bisa mudik, kebayang istri yang baru melahirkan, pasti repot. Tetapi istri memahami bahwa ini tugas dan panggilan saya sebagai perawat," ujar pria asal Karawang itu.

ADVERTISEMENT

Kebetulan ketika lebaran tiba, ia dihadapkan dengan pasien yang mengalami penurunan tanda vital. Meski rindu keluarga, ia harus tetap tegar dengan tetap bersiaga memasang peralatan dan memberikan obat bagi pasien tersebut.

"Kita tetap di ruang COVID-19 tetap menghubungi keluarga, karena keluarga pasien juga harus tahu kondisi pasien ketika terjadi penurunan tersebut," katanya.

Untuk membalas rasa rindu dengan keluarga, Budi hanya bisa menyapa dengan video call di hotel Grand Preanger yang menjadi fasilitas tinggal bagi para perawat COVID-19. "Ketika mengetahui istri sehat, bayi sehat, alhamdulillah saya sangat merasa bersyukur," tuturnya.

Sama halnya dengan Budi. Tri Karyadi, ia merupakan dokter residen Obgin RSHS. Saat takbir berkumandang, ia harus berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan ibu yang mengalami gawat janin. Kondisi COVID-19 juga membuatnya harus mengenakan APD level tiga sambil melakukan penanganan.

"Perasaannya sedih hanya yang namanya tugas harus dilakukan, banyak orang yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga besar, saya petugas medis untuk berkumpul dengan istri di hari raya saja sulit, tetapi yang namanya tugas harus tetap dilakukan," ujar Tri.

Pria asal Wates Kulonprogo, Jawa Tengah itu memiliki istri yang tengah mengandung janin berusia empat bulan. "Memang banyak sukadukanya saat berjaga di hari raya, tetapi mau tidak mau, itu harus dijalani terutama saat libur," kata Tri.

"Saya sendiri di tengah-tengah Zoom keluarga, untuk silaturahmi harus meninggalkan untuk kepentingan pasien itu sendiri," ujar Tri.Momennya untuk mengobati kerinduan lewat aplikasi pertemuan virtual dengan keluarganya pun tak bisa berlangsung lama. Sebab, ia harus bergegas melakukan tindakan kepada pasien yang ditanganinya.

Jauh dari rumah bukan hal yanga asing bagi Residen Bedah Umum RSHS dr Aditya Wisnu Mahadewa. Selama enam tahun ia pernah merantau di Kabupaten Asmat, Papua dan kini harus tinggal di Bandung sejak empat tahun yang lalu.

"Ibu dan bapak saya ada di Jakarta, sebenarnya jauh dari orang tua dan keluarga bukan hal yang jauh buat saya karena saya sudah berkenala di Papua kurang lebih enam tahun," ujar Aditya.

"Jadi ketika lebaran jauh dari orang tua dan keluarga itu sudah saya alami sebelumnya, bukan sedih tapi saya sedikit terketuk karena jarak saya dan keluarga tidak terlalu jauh 130 KM, durasi sekitar 2 jam Jakarta - Bandung," katanya melanjutkan.

Tahun-tahun sebelumnya, Aditya masih bisa pulang ke rumahnya dengan memanfaatkan waktu libur di sela-sela hari raya. Namun, hal itu tak bisa ia lakukan tahun ini lantaran penyekatan untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19.

"Saya hanya bisa berkomunikasi dengan keluarga dengan telepon, video call ada penyekatan di wilayah Bandung dan sekitarnya ke rumah orang tua dan keluarga atau ke sini, sekalian lebih baik saya bekerja di hari H," ujarnya.

*Opor Ayam dan Sahabat Penawar Rindu

Ketupat dan opor ayam menjadi hidangan yang khas saat perayaan Idul Fitri. Budi yang tinggal di Preanger hanya bisa menyantap opor ayam dan ketupat yang dikirimkan oleh rekan sesama nakes.

"Di Preanger kita disediakan tempat untuk salat Id, berjaga jarak, makan juga dikirimkan ketupat, opor. Makanan itu yang jadi ciri khas saat lebaran," ujar Budi.

Momen menyentuh juga dirasakan oleh Tri Karyadi, menurutnya keluarga dari pasien yang dirawatnya turut mengirimkan makanan bagi para nakes. "Bukan hanya satu atau dua orang yang mengirimkan makanan, saya terharu karena saat keluarga pasien saat ditimpa musibah, tetapi bisa memberikan perhatiannya bagi para nakes," kata Tri.

Sedangkan Aditya merasa bahwa rekan sesama nakes telah dianggapnya sebagai keluarga. "Ketemuan setiap hari, bersinggungan setiap hari. Terima kasih banyak juga teman-teman di RSHS, residen, perawat, bidan, konselan yang ikut memikirkan kekangenan kita terhadap makanan khas lebaran. Menurut saya sih itu yang paling berkesan," katanya.

"Ada keluarga pasien yang bahkan mereka juga memberikan kita makanan lebaran dalam kondisi sebenarnya sulit, tetapi di saat itu juga mereka juga memikirkan bahwa kita bekerja untuk mereka dan mereka ikhlas. Buat saya sih itu suatu hal yang unik lebaran di tahun ini ya," pungkas Adit.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads