Keluarga Susan Antela (31) guru honorer SMAN 1 Cisolok, Kabupaten Sukabumi mengaku memilih pasrah dengan rangkaian kronologi dan cerita yang disampaikan pihak Komda KIPI Jabar kepada Komnas KIPI.
Yayu (26) adik Susan menyebut rangkaian cerita yang menyebut kakaknya mengeluhkan keburaman mata dan kelemahan anggota gerak setelah 12 jam pascaimuniasi disebutnya kurang tepat.
"Cerita dan kronologinya kurang tepat, dari awal kepada sejumlah media sudah dijelaskan bahkan saksi-saksinya juga banyak. Keluhan dirasakan setelah 15 menit vaksin dilakukan, mulai dari pusing, mual, lemas hingga buram dirasakan saat itu juga masih di lokasi vaksin," kata Yayu melalui sambungan telepon, Senin (3/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yayu saat ini memilih untuk pasrah apapun keterangan yang diberikan oleh pemerintah. Saat ini ia ingin lebih fokus kepada kesembuhan sang kakak hingga bisa kembali mengajar kembali.
"Sekarang mah sudahlah, mereka mau bicara apapun. Kami fokus kepada kesembuhan si teteh saja, rencana sekarang kami berangkat ke Bandung, besok jadwal pemeriksaan di RSHS," ungkapnya.
Yayu juga mempertanyakan sejumlah pihak yang akan memfasilitasi rumah singgah di Bandung. "Disdik Jabar katanya akan mempersiapkan rumah singgah, namun faktanya sampai hari ini kami belum menerima informasi dimana rumah singgahnya," lirih Yayu.
Dalam rentetan wawancara sebelumnya, Susan sempat memberikan keterangan kepada detikcom. Dengan suara bergetar dan terbata-bata ia menceritakan kronologi yang menimpanya.
Yang pertama ditemenin sama Bu Empit, ada efek pusing sama kunang-kunang, istirahat hampir satu jam. Ketika vaksin kedua reaksinya pusing, mulai sesak sama lemas. Terus kayak gini, tangan kaku. Lelah saat di lokasi vaksin masih ada cahaya, masih kunang-kunang setelah ingat di rumah sakit pelabuhan sudah gelap. Sekarang sudah ada bayangan lagi, bisa membedakan warna," ujar Susan kala itu.