Seberapa besar keseriusan pemerintah daerah terhadap sejarahnya dapat dilihat dari keseriusannya terhadap kondisi sebuah situs sejarah. Seorang kuncen di sebuah situs pun menjadi bagian tidak terpisahkan yang harus menjadi perhatian.
Namun, terkadang pemerintah lupa memperhatikan kesejahteraan kuncen dari sebuah situs. Seperti yang dialami Jujun Sarip Hidayat (75) seorang kuncen Makam Bupati Bandung yang berada di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung.
Makam Bupati Bandung disebut sebagai situs sejarah yang harus dijaga keberadaannya. Di dalamnya ada makam Bupati Bandung Pertama Raden Tumenggung Wira Angun Angun yang menjabat pada 1641-1681.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada pula makam Ratu Wiranata Kusumah atau Raja Timbangante ke VII, Bupati Keempat Raden Anggadiredja II, Bupati Bandung Kelima Raden Wiranatakoesoemah I.
Selain itu, ada pula makam Patih Bandung Raden Rangga Soemanagara, Hoof Djaksa atau Kepala Jaksa Bandung Raden Demang Soeriadipraja serta keturunan-keturunan dari Bupati pertama dan kelima.
Kembali ke Jujun, ia hidup dengan sederhana di sebuah rumah yang berada di dalam komplek makam. Ia hidup bersama dengan anak bungsu serta cucunya.
Sepeninggalannya sang istri, ia harus mengurus makam sendirian. Waktunya pun banyak dihabiskan di dalam komplek makam.
"Abah mah jarang keluar komplek makam," kata Jujun kepada detikcom, Selasa (27/4/2021).
Namun siapa sangka, rupanya ia hanya digaji sebesar Rp 300 ribu per bulan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung. Gaji itu pun akan diberikan ketika masuk bulan ketiga.
Terkadang, gaji yang diterimanya tidak seperti yang dijanjikan. Sering kali kurang, dengan alasan ada potongan untuk wisata atau pakaian.
"Kalau gaji ada, dari pemda Rp 300 ribu per bulan. Dikasih tiga bulan sekali. Tapi kadang juga ada potongan, potongan buat baju, wisata. Jadi gak utuh," keluh Jujun.
Akunya, ia merupakan keturunan dari Bupati Bandung pertama, namun takdirnya tidaklah seindah yang ia impikan. Ia justru menjadi seorang kuncen makam dari leluhurnya.
"Orang lain mah jadi apa, Abah mah jadi kuncen," katanya sembari memperlihatkan lembaran silsilah keturunan.
Awalnya, ia sering kali berziarah ke makam leluhurnya itu. Barulah pada 1981-an dirinya diminta untuk merawat makam oleh Yayasan Komisi Sejarah. Pada awalnya, ia digaji Rp 7.000, seiring berganti waktu kini ia digaji Rp 700 ribu.
Jika ditotal, dalam satu bulan ia hanya memperoleh Rp 1 juta untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Dinilai kurang bagi kuncen yang menjaga makam para pendiri Kabupaten Bandung.
Selain menjaga kebersihan makam, ia pun sering kali menerima tamu dari luar yang ingin berziarah ke makam Bupati Bandung. Dari penziarah ia sering kali mendapatkan sedikit uang sebagai tanda terima kasih.
Dengan uang tersebut, kata Jujun tidaklah mencukupi kebutuhannya. "Ya kalau dulu mah gak cukup, sekarang mah gak cukup juga," canda Jujun sembari tertawa.
(mud/mud)