Ketua DPD Organisasi Angkatan Darat Provinsi Jawa Bara Dida Suprinda meminta agar pemerintah pusat meninjau ulang kebijakan pelarangan mudik. Pasalnya, setahun pandemi usaha di sektor transportasi jatuh terpuruk.
"Awalnya ada angin segar dari Menhub tentang tidak ada pelarangan mudik sampai saat ini, tapi kebijakan ini dimentahkan lagi, pandemi sudah agak mencair, mal-mal sudah dibuka, termasuk hajatan Atta Halilintar juga sudah dibuka," ujar Dida saat jadi pembicara dalam Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB), Bandung, Kamis (8/4/2021).
"Saat Menhub bilang boleh mudik, kami pengusaha sudah melakukan ramp check kendaraan supaya aman, nyaman dan terkendali. Menteri bilang sudah ada kajian, kalau misal dilarang untuk apa ada protokol kesehatan, dan swab antigen ? kalau mengacu pada kajian tersebut orang-orang yang menumpang itu orang yang sehat," ujar Dida.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kesiapan pengetesan COVID-19 telah disediakan di terminal-terminal. Justru dinilainya, kerawanan penyebaran COVID-19 datang dari warga yang menggunakan kendaraan pribadi.
"Kita ada angkutan kota dalam provinsi (AKDP), sesuai dengan tingkatan kami akan kirim ke pak gubernur soal AKDP ini, ada pelonggaran untuk pulang kampung ini. AKAP akan diusulkan oleh DPP Organda, untuk pelarangannya kami titik beratkan pada kendaraan pribadi, kalau kendaraan umum sudah jelas tersaring, mau masuk kereta api dan terminal sudah disediakan, jelas penumpang yang masuk itu orang yang sehat," ucapnya.
Dida menilai sejauh ini belum ada aturan yang tegas soal pelarangan mudik ini dari pemerintah pusat, kendati itu ia berharap jangan sampai muncul kebijakan yang melarang penggunaan angkutan massal.
"Kalau angkutan massal dihentikan, yang ilegal itu yang akan berjalan. Kita akan berkirim surat, ada pelonggaran. Mudik tidak boleh, pulang kampung boleh mungkin ya, agar ekonomi bisa berjalan. Seseorang yang membawa uang misal Rp. 1000 di kampung, nanti akan berputar uangnya di desa-desa," ujarnya.
Di samping itu, ia menilai ada 3.000 armada yang terdampak akibat pandemi ini. Meski belum ada pengusaha angkutan massal yang gulung tikar, namun kecenderungan itu mulai terlihat. "Misal ada 1.000 orang yang bekerja, sekarang tinggal 500, mereka bergantian harinya saat beroperasi," ujarnya.
(yum/mud)