Majelis Hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanan untuk enam orang simpatisan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Sebelumnya, enam orang simpatisan tersebut telah ditetapkan menjadi terdakwa kasus pengeroyokan anggota polisi di Bandung tanggal 8 Oktober 2020.
"Saya mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya, khususnya kepada tim pengacara yang selalu berjuang dan gigih untuk mendapatkan keadilan bagi seluruh klien kami pada kasus tersebut, serta kepada seluruh pihak yang telah mendukung kami baik moril dan materil," ujar Ketua Tim Advokasi KAMI Jabar Muchtar kepada detikcom saat dihubungi, Kamis (25/3/2021).
Muchtar mengatakan, penangguhan penahanan diajukan atas pertimbangan bahwa jadwal persidangana banyak molor karena ketidakhadiran saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Serta persidangan yang dilakukan secara online yang kurang maksimal karena ketergantungan terhadap sinyal yang tersedia, sehingga demi mendapatkan rasa keadilan bagi para terdakwa, kami mengajukan permohonan untuk penangguhan penahanan dan proses persidangan tetap berjalan," kata Muchtar.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada majelis hakim yang menangani perkara kami tersebut, atas dikabulkannya permohonan penangguhan penahanan untuk seluruh klien kami," ujar Muchtar melanjutkan.
Kendati begitu, Muchtar mengatakan, pihaknya menekankan akan tetap menempuh jalur hukum yang sebagaimana mestinya. "Walau pun klien kami tidak berada di dalam tahanan," ucap dia.
Sebelumnya, pengeroyokan anggota polisi oleh simpatisan KAMI terjadi saat demo tolak Omnibus Law di Bandung. Seorang anggota polisi berpakaian preman diduga disekap dan dianiaya demonstran ricuh saat demo tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. Anggota polisi Brigadir A itu dianiaya menggunakan sekop dan batu.
"Anggota kita dianiaya kepalanya dengan menggunakan sekop kemudian menggunakan batu," ucap Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A Chaniago di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Senin (12/10/2020).
Erdi mengatakan polisi yang mendapatkan informasi langsung melakukan penelusuran. Polisi lalu mendapati Brigadir A dianiaya di sebuah bangunan di Jalan Sultan Agung.
Meski demikian, Presidium KAMI Jabar Sofyan Sjahril membantah simpatisan organisasinya melakukan penyekapan, menurutnya pihak KAMI memang mendirikan posko medis menyusul banyaknya korban berjatuhan saat demo tolak omnibus law.
"Suasana kondusif sampai Magrib, kita juga salat Magrib berjamaah, lalu tiba-tiba ada satu orang mengaku mahasiswa masuk situ (posko kesehatan), dia terlihat mengucek matanya seperti kena gas air mata, lalu dibantu tim kesehatan," ucap Sofyan kepada wartawan, Kamis (15/10/2020).
Usai seorang yang mengaku mahasiswa itu masuk, kata Sofyan, di belakangnya ada seorang lagi memakai baju hitam, berhelm dan membawa pentungan.
"Masuk ke situ secara provokatif narik tim medis di situ, tapi ditahan sama tim lainnya karena dikira yang ditarik itu mahasiswa itu," kata Sofyan.
Sofyan mengatakan para relawan yang berada di lokasi tak mengetahui bila pria berpakaian bebas itu anggota polisi. Sebab, saat ditanya, yang bersangkutan tak menjawab.
Singkat cerita saat itu, pria tersebut berusaha membuka gerbang. Namun para relawan menutup lagi gerbang itu.
"Akhirnya membalik lalu tim medis menutup gerbang. Satu petugas itu provokatif dengan tongkat pemukulnya dia buka gerbang sekencangnya oleh tim medis, ditutup lagi jatuh dia (petugas) kedorong, anak ini atau siapalah saya gak tahu akhirnya ada yang kesal dan marah. Jadi bukan disekap," katanya.
Simak juga 'Saat Polri Jawab Kritik soal Diborgolnya Tokoh KAMI':