Jabar Sepekan: Desa Mati di Majalengka-Dentuman Misterius Bikin Geger Sukabumi

Jabar Sepekan: Desa Mati di Majalengka-Dentuman Misterius Bikin Geger Sukabumi

Tim Detikcom - detikNews
Sabtu, 06 Feb 2021 21:02 WIB
Suasana hening begitu terasa ketika memasuki sebuah dusun bernama Tarikolot di Majalengka. Ratusan rumah disana terbengkalai karena ditinggal penghuninya.
Desa mati di Majalengka/Foto: Bima Bagaskara
Bandung -

Selama sepekan terakhir, terjadi sejumlah peristiwa di Jabar yang menarik disimak. Dimulai dari terungkapnya sebuah desa 'mati' di Majalengka yang penuh misteri hingga dentuman misterius di Sukabumi yang membuat panik warga.

Berikut lima berita menarik di Jabar selama sepekan yang redaksi susun kembali untuk dibaca:

1. Mengenal Desa 'Mati' di Majalengka

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Desa Sidamukti di Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka mendadak viral usai munculnya video yang diunggah di channel youtube Bucin TV. Video itu memperlihatkan kondisi desa tersebut.

Usut punya usut, 'desa mati' itu berada di Dusun Tarikolot yang masih berada di wilayah Desa Sidamukti. Dusun tersebut mulai ditinggalkan warganya sejak tahun 2010 lalu akibat sering terjadinya pergeseran tanah.

ADVERTISEMENT

Pantauan detikcom di lokasi Dusun Tarikolot, rumah-rumah warga tampak terbengkalai dan tak terurus. Selain terbengkalai, ada juga rumah warga yang tertimbun akibat pergeseran tanah. Jalan di dusun tersebut juga terlihat dipenuhi lumut karena lama tak dilalui.

Meski begitu, masih ada juga warga yang tetap tinggal di Dusun Tarikolot meski bahaya pergerakan tanah mengancam dan bisa terjadi kapan saja. Sementara sebagian besar warga lainnya telah pindah ke tempat relokasi yang disediakan.

Karwan Kepala Desa Sidamukti mengungkapkan warga Dusun Tarikolot mulai pindah ke tempat relokasi sejak tahun 2009 lalu. Hal itu diakibatkan seringnya kejadian pergerakan tanah yang membuat banyak rumah warga rusak hingga tertimbun tanah.

"Kejadiannya itu dari dulu, kalau saya sendiri tahunya dari 2006 pergerakan tanah itu parah. Nah mulai tahun 2009 sampai 2010 warga Dusun Tarikolot ini mulai direlokasi," ucap Karwan saat ditemui detikcom di Balai Desa Sidamukti Senin (1/2/2021).

Karwan menjelaskan Dusun Tarikolot memang berada di zona merah rawan bencana berdasarkan data dari Badan Geologi Bandung. Hal itu terbukti dari seringnya kejadian pergerakan tanah di dusun tersebut.

Bahkan kata Karwan, peristiwa pergerakan tanah dengan skala besar mengancam tiap 20 tahun sekali.

"Melihat data dari Badan Geologi, dusun ini termasuk daerah rawan bencana dan setiap saat itu terjadi perubahan posisi tanah dengan skala kecil. Namun untuk skala besar itu 20 tahun sekali, makanya kenapa di relokasi kita antisipasi tahun 2026 nanti," ucapnya.

Pemerintah Kabupaten Majalengka akhirnya menyediakan lahan untuk dibangun pemukiman baru bagi warga Dusun Tarikolot pada tahun 2009 lalu. Tercatat, di Dusun Tarikolot saat itu terdapat 180 rumah dan 253 kepala keluarga yang semuanya harus direlokasi.

"Di sana itu ada 180 rumah dan 253 KK yang harus direlokasi. Akhirnya dibangunlah rumah sejumlah KK itu di Dusun Buahlega yang kondisinya aman dari bencana itu," imbuh Karwan.

Sayangnya kata dia, tidak semua warga Dusun Tarikolot mau direlokasi dan pindah ke tempat baru yang telah disediakan. Saat ini di Dusun Tarikolot masih terdapat sekitar delapan KK yang belum pindah.

Hal itu disebabkan lantaran warga Dusun Tarikolot yang mayoritas bekerja sebagai petani itu merasa keberatan jika harus menempuh jarak yang cukup jauh dari pemukiman baru ke lahan pertaniannya.

"Padahal sudah disediakan lahan dan rumah baru di Dusun Buahlega, tapi ya mungkin karena merasa jauh dari lahannya yang memang dekat dari Dusun Tarikolot, mereka belum mau pindah. Sekarang yang masih bertahan ada 8 KK," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Majalengka Agus Permana membenarkan sebagian warga Desa Sidamukti meninggalkan rumahnya akibat peristiwa longsor dan tanah bergerak yang sering terjadi.

"Betul memang itu ditinggalkan karena sering terjadi pergerakan tanah. Beberapa hari lalu juga terjadi lagi itu tanah bergerak," ucap Agus saat ditemui di pendopo Bupati Majalengka.

Seperti yang dilakukan pasangan lansia bernama Hadmi (73) dan Inah (69). Mereka berdua tetap tinggal di Dusun Tarikolot meski bahaya mengancam tiap saat. Sementara anak-anak mereka, telah pindah ke tempat relokasi yang disediakan.

Keduanya berasalan tetap bertahan karena lokasi tempat relokasi yang disediakan jauh dari lahan mereka menanam kacang dan padi. Sementara Hadmi dan Inah tidak bisa menggunakan kendaraan bermotor.

"Bencana longsor tahun 2006, jadi pada pindah ke Buahlega. Si bapak kebonnya deket disini jadi bertahan, gabisa naik kendaraan juga. Kalau warga lain ditinggalkan rumahnya," ungkap Tasli (44) anak dari Hadmi dan Inah saat ditemui detikcom Selasa (2/2/2021).

Tasli sendiri dan anak istrinya telah pindah ke tempat relokasi yang ada di Dusun Buahlega. Namun Ia sering mengunjungi rumah orang tuanya tersebut karena merasa khawatir.

"Sesekali saya jenguk, kalau malam hujan kesini. Sebenernya takut juga apalagi musim hujan gini. Sebenernya sudah diminta pindah tapi karena kebunnya deket sini jadi maunya mereka disini," ungkapnya.

Menurutnya kondisi Dusun Tarikolot sudah sangat sepi terutama saat malam hari. Namun saat siang hari kata dia, masih ada beberapa warga yang datang.

"Kalau siang ada yang ke sini juga beberapa, kalau malam sepi sekali tinggal beberapa kepala keluarga," pungkasnya.

Selanjutnya Septhiana gugat tetangganya Rp 60 juta karena burung miliknya mati..

Tonton Video: Penampakan 'Desa Mati' Tak Berpenghuni di Majalengka

[Gambas:Video 20detik]




2. Gugat Tetangga Rp 60 Juta Gegara Burung Mati

Dua orang yang bertetangga di Tasikmalaya berselisih gegara satu ekor burung. Sukurlah, perselisihan yang sempat digugat ke pengadilan secara perdata dengan nilai gugatan Rp 60 juta itu berakhir damai. Bagaimana ceritanya?

Septhiana Virginandi, menggugat tetangganya Yamin dengan perbuatan melawan hukum. Penggiat burung kontes ini menuduh, Yamin turut andil sebabkan burung murai miliknya mati beberapa bulan lalu. Asap dari pembakaran sampah yang dilakukan yamin sebabkan burungnya jatuh sakit hingga mati.

"Saya bisnis di bidang usaha burung. Nah yang mati sebenarnya ada tiga. Tapi yang dua saya kurang bukti. Yang satu ini burung langganan juara kontes nasional dia menang di piala presiden, Galamedia dan banyak lagi. Itu mati jadi kasusnya dia bakar sampah di bawah, nah burung saya digantung di atasnya ada lima meter kena asap. Awalnya serak terus imunya turun itu burung sakit-sakitan, sampai mati beberapa bulan setelahnya," Kata Septhiana Virginandi, ditemui di Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Jawa Barat Selasa (02/02/21).

Septhiana Virginandi, menggugat tetangganya ini senilai Rp 60 juta atau seharga burung yang mati. Ia awalnya menggugat tahun 2020 lalu namun dicabut. Dia layangkan lagi gugatan karena kecewa dengan sikap tetangganya Yamin.

Puncaknya, ia masih serimg membakar sampah yang mengganggu pernafasanya karena miliki asma. Terlebih lagi, Yamin justru membakar sampah saat anak keduanya baru lahiran prematur.

"Saya enggak langsung gugat yah. Nah puncaknya dia itu masih ajah bakar sampah dan Asapnya ganggu pernafasan keluarga kami. Apalagi, anak kedua saya yang lahir prematur baru dibawa udah ada asap yah kecium baunya. Maka saya bulat layangkan gugatan."Tambah Septhian.

Sementara itu, Yamin merasa tidak pernah membunuh burung murai batu milik tetangganya hanya gara gara membakar sampah. Selain jaraknya jauh, asap yang ditimbulkan dari pembakaran ranting pepohonan hanya sedikit.

Yamin bertugas sebagai seksi kebersihan di lingkungan perumahan yang bertugas membersihkan lingkungan.

"Saya enggak pernah merasa membunuh burungnya pak Nandi. Saya bakar sampah itu hanya ranting aja. Asapnya enggak banyak. Lagian burungnya mati enggak tau juga kapan kapannya. Jarak dari lokasi pembakaran ke tempat jemur burung juga jauh 20 meter lebih. Saya kan seksi kebersihan tugasnya jelas bersih bersih pak," tuturnya.

Meski sempat dibawa melalui jalur musyawarah di tingkat warga, Septhiana tetap meminta ganti rugi Rp 60 Juta untuk burungnya yang mati. Bahkan tetangganya sempat meminta ganti rugi Rp 500 ribu per hari hingga jika ditotal 60 juta rupiah

"Saya tau digugat dari surat pengadilan. Sempat ditempuh jalur komunikasi melalui Pak RT tapi dia minta ganti rugi ajah. Malahan mintanya sehari 500 ribu total 60 juta. Saya hanya bisa pasrah pak. Gak faham juga hukum. Tapi saya ingin hidup bertetangga dengan aman nyaman pak gak kaya gini."Kata Yamin.

Pihak Rukun Tetangga setempat sudah berupaya melakukan mediasi permasalahan ini. Namun, Upayanya gagal karena pihak penggugat tetap menuntut ganti rugi atas kematian burungnya dengan nilai puluhan juta rupiah.

Namun, kasus ini berakhir dengan manis. Penggugat telah berdamai melalui mediasi di pengadilan sebelum masuk proses persidangan.

Bertempat di Kantor Peradi Tasikmalaya, Septhiana Virginandi dan Yamin dihadirkan. Keduanya didampingi kuasa hukum serta saksi yang masih tetangga satu perumahan di Perumahan Nangela Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. Hasil mediasi menyepakati perdamaian atau Islah antara pihak penggugat dan tergugat.

"Kami mediasi hari ini bersyukur alhamdulillah disepakati jalan damai. Kedua pihak saling memaafkan dan beritikad damai. Kami akan sampaikan ke Pengadilan agar dibuat Akta perdamaian yang berkekuatan hukum," kata Eki S Baehaqi, Mediator sekaligus Wakil Ketua Peradi Tasikmalaya.

Yamin selaku tergugat sepakat tidak melakukan pembakaran sampah di dekat kediaman Septhiana Verginandi selaku penggugat. Sementara Septhiana sepakat tidak akan mengajukan gugatan dalam kasus serupa termasuk soal uang Rp 60 juta.

"Poin utamanya komitmen pembakaran sampah. Penggugat minta tergugat agar bakar sampah gak dekat kediamannya. pihak tergugat menyanggupi dan akan komunikasi dengan penggugat jika mau bakar sampah. Selanjutnya penggugat tidak akan mengajukan gugatan lagi termasuk soal ganti rugi," kata Eki.

Berita menarik lainnya soal desakan alumni ITB agar Din Syamsuddin disanksi. Kenapa?

3. Alumni ITB Minta Din Syamsuddin Disanksi

Alumni ITB yang mengatasnamakan dirinya Gerakan Anti Radikalisme (GAR) ITB kembali mendesak Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk memproses pelaporan dan mengambil tindakan atas dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku atas Prof. Din Syamsudin.

Desakan tersebut disampaikan melalui surat terbuka nomor 10/Srt/GAR-ITB/I/2021 dan diteken 1.977 orang alumni ITB lintas angkatan dan jurusan. Serta didukung komunitas alumni universitas lain seperti KamIPB, Gerakan Alumni Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Bersatu, Tim Bersih-Bersih Kampus Universitas Indonesia, Alumni Jawa Barat Peduli Pancasila dan Alumni BelUSUkan.

"Surat tersebut sekaligus untuk mengingatkan jajaran Kemenpan RB (dalam hal ini KASN) untuk segera menindaklanjuti pelanggaran disiplin dalam tubuh ASN, sejalan dengan semangat terbitnya SE Kemenpan RB tentang penindakan bagi pelanggaran disiplin ASN," ujar Juru Bicara GAR ITB Shinta Madesari saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (2/2/2021)

Sekedar diketahui, Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini tercatat masih terdaftar sebagai ASN dengan jabatan dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam surat disebut, Din Syamsuddin diduga melanggar kode etik sebagai ASN mengenai hal pernyataan dan tindakan politik selama kurang lebih dua tahun ke belakang dan dianggap telah merugikan pemerintah. Ada 9 pasal dan satu kewajiban yang dicatat GAR ITB telah dilanggar Din Syamsudin.

"Oleh karenanya sesuai dengan ketentuan Pasal 10 dari Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka tingkatan hukuman disiplin PNS yang paling tepat untuk dijatuhkan kepada Terlapor (Din Syamsuddin) dapat dijatuhkan sanksi atas pelanggaran disiplin adalah hukuman disiplin berat," sambungnya.

Dia menjelaskan, jenis hukuman disiplin berat meliputi penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan jabatan, kemudian pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

"Dalam konteks ini GAR ITB mendesak KASN agar segera dapat memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN yang dilakukan oleh Terlapor, tanpa perlu menunggu keputusan Tim Satuan Tugas Penanganan Radikalisme ASN terhadap pelanggaran tambahan dalam aspek tindak radikalismenya," imbuhnya.

GAR Alumni ITB, diketahui telah mempersoalkan Din Syamsuddin sudah sejak lama. Pada tahun lalu Din Syamsuddin didesak agar dikeluarkan dari keanggotaannya sebagai Majelis Wali Amanat (MWA) ITB. Kemudian, mereka mengumpulkan sejumlah bukti pelanggaran Din dan diberikan kepada KASN pada Oktober 2020 lalu.

Sementara itu KASN kabarnya tengah membahas ini. Dari surat penjelasan Kemenpan RB yang diterima detikcom, bernomor B/23/SM.00.04/2021 dan dibubuhi tanda tangan Deputi Bidang SDM Aparatur Teguh Widjinarko menyebutkan bahwa laporan GAR ITB perihal kasus dugaan radikalisme ASN Din Syamsuddin tengah dikoordinasikan dengan Tim Satgas. Hasilnya akan segera dikoordinasikan.

Tanpa rasa takut seorang emak di Garut lawan tiga preman yang tengah mengeroyok seorang pemuda. Klik halaman selanjutnya..


4. Heroik, Emak-emak di Garut Lawan Preman

Seorang ibu di Garut berani menghalau sekelompok preman yang tengah mengeroyok petugas service mesin ATM karena tak bayar uang parkir. Aksi ini terekam video dan menjadi viral.

Dalam video 22 detik terkait kejadian itu yang direkam masyarakat, terlihat satu dari tiga orang pelaku hendak menggilas korban bernama Ivan (21) yang terkapar di jalanan setelah dihantam pelaku.

Namun aksi tersebut digagalkan emak-emak yang ada di lokasi. Sang emak terlihat dalam video mendorong preman yang sudah menaiki sepeda motor dan akan menggilas korban. Di akhir video, sang emak dan preman yang didorongnya terlihat terjatuh.

Kasus itu bermula saat Ivan yang berprofesi petugas servis mesin ATM itu sedang bekerja di salah satu minimarket membenarkan mesin ATM. Saat hendak pulang, tiga orang preman meminta uang parkir.

Para preman tak terima. Mereka kemudian menganiaya korban dengan membabi-buta, selain hendak dilindas motor, dalam video yang viral juga terlihat salah seorang pelaku membawa kapak.

Kasus ini sedang dalam penyelidikan pihak Polres Garut dan Polsek Garut Kota. Saat ini diketahui satu dari tiga pelaku berinisial YA telah berhasil ditangkap. Sedangkan dua pelaku lain masih buron.

"Masih dalam penanganan Sat Reskrim," ujar Kapolres AKBP Adi Benny saat dikonfirmasi, Rabu (3/2/2021).

Atas aksinya itu, kini emak-emak itu dicari polisi untuk diberikan apresiasi.

Dentuman juga terdengar warga Sukabumi. Warga berlarian. Ceritanya di halaman selanjutnya..

5. Dentuman Misterius Bikin Panik Warga Sukabumi


Warga Kampung Ciherang, Sukabumi, dihebohkan suara dentuman disertai gemuruh pada Sabtu (30/1/2021) malam. Warga menyebut dentuman terdengar sekitar pukul 19.00 WIB. Kepanikan dirasakan warga, sebagian mereka berlarian ke pos penanganan bencana di SDN Ciherang, sebagian lainnya malah menuju ke lokasi pergerakan tanah untuk melihat kondisinya.

Asep Has, relawan kebencanaan di kampung tersebut mengatakan warga sempat berhamburan ketika mendengar suara gemuruh tersebut. Mayoritas warga merupakan pengungsi mandiri yang terdampak bencana pergerakan tanah.

Menurut Asep, warga mendengar suara gemuruh yang kemudian diakhiri oleh suara dentuman. Warga sempat mengira suara itu merupakan ledakan dari salah satu perusahaan yang melakukan penambangan, sebagian lainnya mengira adanya longsoran besar di lokasi bencana.

Sementara itu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat anomali gelombang seismik saat warga melaporkan kejadian itu. Apa penyebab gelombang seismik ini?

"Hasil monitoring BMKG terhadap beberapa sensor seismik di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menunjukkan adanya anomali gelombang seismik saat warga melaporkan suara gemuruh yang disertai bunyi dentuman," kata Kabid Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam keterangan tertulis, Minggu (31/1/2021).

Daryono menjelaskan durasi rekaman seismik hanya berlangsung selama tujuh detik. Durasi seismik ini berlangsung saat di atas pukul 19.00 WIB.

Dia menjelaskan anomali seismik ini tampak sebagai gelombang frekuensi rendah (low frequency). Menurutnya, sepintas bentuk gelombangnya (waveform) seismiknya tampak mirip rekaman longsoran atau gerakan tanah.

Lebih lanjut, dia mengatakan fenomena alam gerakan tanah memang lazim menimbulkan suara gemuruh, bahkan dentuman yang dapat didengar warga di sekitarnya. Dia menduga fenomena ini akibat proses gerakan tanah.

"Menurut laporan warga, getaran itu muncul setelah hujan deras mengguyur, jadi dugaan kuat yang terjadi adalah adanya proses gerakan tanah yang cukup kuat hingga terekam di sensor gempa milik BMKG," tuturnya.

Kendati demikian, dia menjelaskan bahwa verifikasi perlu dilakukan dengan survei lapangan. Hal ini untuk memastikan apakah fenomena ini akibat gerakan tanah.

Halaman 2 dari 5
(dir/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads