Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (DLH Jabar) mengungkap hasil kajian penyebab banjir bandang di Gunung Mas, Desa Tugu Selatan, Cisarua, Kabupaten Bogor, 19 Januari 2021. Dari hasil kajian, penyebab banjir merupakan murni faktor alam.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat Prima Mayaningtyas mengatakan berdasarkan hasil kajian hujan turun dengan volume yang sangat tinggi memicu erosi di Sub DAS Cisampay yang memiliki kemiringan tinggi.
Menurutnya, banyak tanah di daerah seluas 684 hektare tersebut yang kemiringannya lebih dari 40 derajat. Kondisi tanah yang gembur pun, makin rentan terurai dan menyebabkan pergerakan tanah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intensitas hujan tinggi, limpasan satu juta liter. Sama dengan tumpahan 145 mobil tangki air yang (masing-masing) berkapasitas 8.000 liter," kata Prima di Bandung, Kamis (4/2).
"Elevasinya miring banget, curam. Ada 45 persen yang seperti itu. Jadi kawasan hulu itu memang rawan bencana, 54 persen. Ini sangat tinggi," ujar Prima melanjutkan.
Selain itu, pihaknya juga menemukan di kawasan terdampak banjir terdapat lima hulu sungai. Sedangkan di hilirnya hanya terdapat satu aliran air.
"Jarak dari lima hulu sungai ke aliran air itu hanya satu kilometer," ujarnya.
Dengan begitu, katanya, saat hujan turun di kawasan hulu, aliran sungai yang jumlah hanya satu tersebut mudah terisi limpasan air yang pergerakannya sangat cepat akibat volume yang banyak serta tingkat kemiringan tanah yang curam.
Sempitnya perlintasan air di hilir itu terisi juga oleh material longsoran sehingga terjadi penyumbatan. "Jadi satu-satunya aliran sungai itu tertutup," kata dia.
Berdasarkan analisa itu, Prima menyimpulkan penyebab banjir bandang hampir seluruhnya akibat faktor alam. Pasalnya, alih fungsi hutan atau lahan hutan yang terbangun hanya 1 persen.
"Tutupan lahannya hutan, masih utuh," katanya.
Prima menegaskan, kawasan tersebut tidak boleh dialihfungsikan apalagi digunakan untuk permukiman maupun bangunan lainnya. Sehingga, menurutnya di kawasan itu harus terbebas dari berbagai aktivitas manusia apalagi yang bersifat permanen.
"Itu rawan bencana. Tingkat kemiringan tinggi, rawan pergerakan tanah," ujarnya.
(yum/mso)