Belasan batang bambu ditancapkan berhadap-hadapan di lokasi retakan tanah Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi.
Di ujung masing-masing bambu itu disambung dengan seutas tali, salah satu bambu terikat juga kaleng bekas menghadap ke bawah. Pada bagian itu terpasang batang kayu sebesar korek api yang dililit dengan karet.
Alat-alat itu tersebar di sejumlah titik yang sengaja dibuat para relawan. Sewaktu terjadi pergerakan tanah, bunyi ketukan pada kaleng terdengar nyaring ke seantero kampung hingga ke pos pantau warga yang berjarak belasan meter dari lokasi bencana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kaleng itu penanda. Sengaja kami bikin karena berdasarkan pengalaman bencana pergerakan tanah, ternyata itu sedikitnya membantu masyarakat untuk memberi peringatan dini. Jadi ketika ada gerakan tanah anjlok atau bergerak, si bambunya akan copot dan akhirnya itu akan bunyi lagi, jadi bisa diketahui kapan dan jam berapa terjadi pergerakan tanah lagi," kata Asep Has, relawan ProBumi Indonesia, Kamis (4/2/2021).
![]() |
Selain bambu-kaleng, beberapa alarm manual atau penanda lainnya yang juga terbuat dari bambu dipasang berhadapan. Bambu-bambu itu berfungsi mengukur amblasan tanah yang terus bergerak seiring intensitas hujan di lokasi tersebut.
"Pemasangan bambu itu untuk mendeteksi seberapa panjang anjloknya pergerakan tanah yang dihitung selama 24 jam. Jadi kalau pemasangan bambu seperti ini anjlok berapa sentimeter dan melebar berapa sentimeter, nah jadi bisa diketahui," tutur pria yang juga relawan PMI tersebut.
Asep memang sering terlibat di beberapa lokasi bencana. Untuk di Kecamatan Nyalindung, diketahui terjadi beberapa kasus pergerakan tanah. Selain di Kampung Ciherang, bencana serupa juga terjadi di Kampung Suradita dan Kertaangsana.
"Untuk di Kampung Ciherang pergerakan tanah memang makin sering terjadi, pukul 21.11 WIB malam tadi tanah kembali bergerak ditandai dengan bunyinya alarm manual yang kami pasang di retakan," tutur Asep.
![]() |