Seorang seniman asal Kabupaten Pangandaran harus berurusan dengan polisi gegara menulis status di WhatsApp dengan nada penghinaan kepada tenaga kesehatan.
Kejadian itu berawal saat Supriatna (27) merasa kesal karena pekerjaannya terganggu akibat kebijakan pemerintah yang memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat terkait penyebaran COVID-19. Sebagai pemain gendang sebuah grup musik dangdut, dia kehilangan lebih sekitar 10 jadwal pentas.
"Saya sudah bersabar, ada pentas yang diundur tanggal 27-28 Januari. Ternyata kemarin dapat kabar kebijakan pembatasannya diperpanjang," kata Supriatna di Mapolsek Parigi, Selasa (26/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia kesal sehingga menumpahkan kekecewaan di status WhatsApp miliknya. "moal teu asup naraka jahanam ieuh bangsana pejabat anu teu adil ka rakyat mah Komo eta bangsana dokter, perawat, bidan, di teundeuna Oge Dina kerak naraka jahanam, bungah kacida atuh bangsana dokter mah malah mah hayang saumur hirup jigana para dokter mah tunjangannya tea atuuuh..malikir an**ng..,(Enggak akan masuk neraka jahanan ini bangsa pejabat yang tidak adil ke rakyat apalagi eta bangsa dokter, perawat, bidan di simpannya di kerak neraka jahanam, senang atuh dokter malah mau seumur hidup kayaknya para dokter tunjangannya)," tulis Supriatna.
Status itu dia buat Senin (25/1/2031) sekitar pukul 18.30 WIB. Dia mengaku khilat telah membuat status dengan nada menghina tersebut. "Saya juga sedang ada masalah keluarga jadi khilaf," kata Supriatna.
Selang beberapa jam, postingannya menyebar. Tangkapan layar status WhatsApp Supriatna menyebar luas sampai ke kalangan tenaga medis. Sadar perbuatannya salah dan memancing reaksi dari tenaga medis, Supriatna lalu datang ke Mapolsek Parigi, Pangandaran.
"Yang bersangkutan meminta perlindungan karena tulisannya membuat banyak kalangan marah," kata Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Parigi Aiptu Ajat Sudrajat. Polisi mengamankan Supriatna di Mapolsek.
Polisi kemudian melakukan pendalaman atas kasus ini. Yang bersangkutan menjalani pemeriksaan atas dugaan ujaran kebencian yang dilakukannya. "Kasusnya masih kami dalami, jadi belum bisa kami paparkan lebih lanjut. Tapi kalau ujaran kebencian tentu melanggar UU ITE," kata Ajat.
Pada Selasa pagi puluhan tenaga medis baik perawat, dokter dan bidan mendatangi Mapolsek. Mereka mengaku geram dengan postingan Supriatna. "Kami tahu dampak COVID-19 ini dirasakan oleh semua kalangan. Tapi mengapa kami yang dihinakan. Padahal kami pun selama hampir setahun ini berjuang dan merasakan dampaknya," kata Yadi Sukmayadi Sekretaris Dinkes Pangandaran sekaligua pengurus PPNI Pangandaran.
Postingan itu menurut Yadi telah membuat 3 organisasi tenaga medis yaknis IDI, PPNI dan IBI di Pangandaran terusik dan berniat membawa perkara ini ke ranah hukum. "Tenaga medis di Pangandaran resah bahkan marah dengan kejadian ini. Sangat kami sesalkan dan sangat melukai perasaan kami. Mengapa kami yang jadi sasaran, kalau mau protes atau kritik silahkan sampaikan dengan cara yang benar," kata Yadi.
(mso/mso)