Jejak Saung Angklung Udjo: Rumah Petak hingga Harum ke Mancanegara

Jejak Saung Angklung Udjo: Rumah Petak hingga Harum ke Mancanegara

Yudha Maulana - detikNews
Jumat, 22 Jan 2021 14:57 WIB
Sam Udjo tengah membuat angklung.
Foto: Sam Udjo tengah membuat angklung (Yudha Maulana/detikcom).
Bandung -

Sam Udjo (69) tengah meraut bilahan bambu di bawah bale-bale yang berada di kawasan Saung Angklung Udjo. Dia tengah membuat calung Jawa dengan nada salendro.

"Angklung itu warisan budaya Indonesia, bukan tidak mungkin kita bisa buat calung dengan nada slendro," kata Sam sambil menekankan soal inovasi berkesenian saat ditemui, Jumat (22/1/2021).

Biasanya, para perajin angklung hiruk pikuk di bawah bale yang berada di taman belakang Saung Angklung Udjo itu setiap harinya dan Sam hanya melihat sesekali. Namun, sejak pandemi merebak hanya ia yang sehari-hari beraktivitas di situ.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Matanya berkaca-kaca ketika melihat foto sosok ayahnya Udjo Ngalagena yang terpampang di belakang bale. Tak terbayang betapa pandemi COVID-19 ini begitu kejam menghantam sanggar yang didirikan orang tuanya sejak 1966 itu hingga tersungkur.

Ia mengenang kembali bagaimana gigih orang tuanya membangun Saung Angklung Udjo hingga bisa dikenal ke mancanegara. "Dulu rumah yang dipakai orang tua saya untuk berkesenian itu hanya seluas 300 meter persegi, di dalamnya ada pertunjukan dan pembuatan angklung. Dulu pertunjukan sangat terbatas," kata Sam.

ADVERTISEMENT

Putra kedua dari Udjo Ngalagena itu mengisahkan seiring dengan banyaknya peminat alat dan pertunjukan angklung, ayahnya mencicil membeli tanah untuk memperluas lahan. Tujuannya agar lebih banyak orang yang menyukai dan menikmati seni angklung.

"Dulu harga tanahnya itu Rp 9.000, soalnya pada masa awal ada pertunjukan juga lahannya terbatas," kata Sam.

Saat-saat yang dikenangnya, ia ketika Udjo dan 10 anak-anaknya tampil menghibur penonton. Sam awalnya sempat menolak untuk menjadi penerus, dan lebih tertarik untuk kuliah jurusan teknik. Tapi sang ayah, akhirnya bisa meyakinkan ada nilai-nilai yang harus diteruskan.

"Saung Angklung Udjo ini melejit tahun 1970-an, tamunya juga dari berbagai kalangan. Pejabat juga seperti walikota, gubernur, Kerajaan Thailand, pembalap Moto GP semuanya ke sini," kata Sam yang mendirikan Yayasan Saung Angklung Udjo tahun 1973.

Besarnya Saung Angklung Udjo, kata Sam, tak lepas dari sosok Daeng Soetigna yang merupakan teman dari Udjo di SG TKK Kartini. Tahun 1954, Udjo yang menjadi guru karawitan bertegur sapa dengan Daeng yang juga mengajar kesenian.

"Ilmu dari pak Daeng tentang angklung pentatonis, bapak serap semua. Kemudian bapak menggagas angklung diatonis," kata Sam.

"Bapak selalu berpesan kepada anak-anaknya untuk menjaga kesenian angklung ini dan diajarkan kepada anak-anak atau generasi muda, agar terus hidup," ucap Sam yang juga membuat buku berjudul 'Seluk Beluk Angklung Diatonis' bersama dua orang dosen dari UPI itu.

Sam sendiri pernah membawa angklung ke hadapan dunia di markas Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2018 lalu. "Angklung ini yang pertama dari Indonesia yang bisa tampil di sana," katanya.

Bukti Cinta Udjo Pada Angklung

Direktur Utama PT Saung Angklung Udjo Taufik Hidayat yang juga putra kesembilan dari Sam mengatakan Udjo membesarkan Saung Angklung Udjo itu dengan penuh kegigihan.

"Kalau bicara bisnis barangkali dalam satu tahun, dua tahun tidak ada untungnya dan berhenti. Tapi Saung Angklung Udjo ini bukan bisnis. Bapak memahami itu, tapi karena konsistensinya orang jadi melihat, dan menyukai," kata Taufik.

Ia ingat betul, ayahnya seringkali berkeliling kota dan memberikan kartu nama yang terbuat dari bambu ke pengelola dan tamu hotel di Bandung, seperti Savoy Homann, Preanger dan hotel-hotel lainnya.

"Bapak juga suka keluar rumah jam 10 malam, memainkan calung. Kenapa jam 10? soalnya saat itu suasana mulai sunyi dan tak banyak kendaraan seperti saat sekarang," ucapnya.

Sedikit demi sedikit uang Udjo dapatkan. Uang tersebut digunakan Udjo untuk memperluas lahan. "Ketika uang mulai terkumpul, bapak tidak beli baju mewah atau mobil, tapi beli lahan sedikit-sedikit, gaji bapak dan ibu untuk lahan agar menampung penonton lebih banyak," katanya.

Dulu, tamu yang hendak menonton ke Saung Angklung Udjo harus memarkirkan kendaraannya 500 meter dari lokasi pertunjukan, tepatnya di Jalan Ahmad Yani. "Dulu jalan ini masih bebatuan," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(yum/mso)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads