Misteri Maung Bungkeleukan hingga Nenek Penjual Kol di Gunung Guntur Garut

Urban Legend

Misteri Maung Bungkeleukan hingga Nenek Penjual Kol di Gunung Guntur Garut

Hakim Ghani - detikNews
Sabtu, 02 Jan 2021 22:00 WIB
Gunung Guntur Garut
Foto: (Hakim Ghani/detikcom)
Garut -

Gunung Guntur di Garut, Jawa Barat menyimpan segudang cerita mistis di balik panorama dan keindahan alamnya. Satu dari sekian banyak mitos yang ada di sana adalah larangan meniup suling serta maung bungkeleukan (penampakan macan-red)

Gunung dengan tinggi 2.249 meter di atas permukaan laut (MDPL) ini terletak di Kecamatan Tarogong Kaler. Di balik keindahannya, ternyata Gunung Guntur menyimpan beragam misteri.

Dari sekian banyak misteri yang ada, ada dua mitos yang hingga kini masih dipercayai masyarakat setempat. Kedua mitos tersebut adalah larangan meniup suling dan legenda maung bungkeleukan atau macan gentayangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagian masyarakat setempat masih mempercayai adanya mitos larangan meniup suling di Gunung Guntur. Seperti dirasakan Uche (38), seorang warga Cimanganten, Tarogong Kaler.

"Kalau kata orang tua mah maung bungkeleukan. Kalau ada yang niup suling, maung bungkeleukan akan menampakkan diri katanya," ujar Ucheu.

ADVERTISEMENT

Mitos tentang larangan meniup suling, sambung Ucheu, berkaitan dengan legenda maung bungkeleukan. Berdasarkan cerita yang dikisahkan orang tuanya, maung bungkeleukan akan menampakan diri ketika seseorang meniup suling di Gunung Guntur.

Terkait hal tersebut, beberapa waktu silam detikcom pernah berbincang dengan Ening Maidah, seorang nenek penduduk Kampung Bojong Masta, Pananjung, Kecamatan Tarogong Kaler.

Ening mengatakan, mitos larangan meniup suling dan maung bungkeleukan memang dikisahkan oleh orang tua zaman dahulu kepada anak-anaknya.

Namun sepengetahuan Ening, mitos tersebut berkaitan dengan masa pemberontakan DI/TII di Jawa Barat tahun 60an lalu.

"Gak boleh niup suling itu artinya gak boleh ribut. Dulu kan masih ada DI/TII di sekitaran sini. Seingat emak, ABRI itu menyuruh diam ke warga saat menangkap anggotanya DI/TII. Biar gak pada kabur," kata Ening.

Ening menjelaskan sekitaran Gunung Guntur dulunya dipakai sebagai tempat persembunyian pasukan DI/TII. Anak kecil saat itu dilarang berisik terutama saat malam hari untuk menghindari gerombolan DI/TII.

"Kalau tidak salah, waktu itu Pak Karto (Kartosoewirjo) ditangkapnya kan di sekitaran sini. Di Gunung Geber (berdampingan dengan Gunung Guntur)," katanya.

Menanggapi hal tersebut, sejarawan Garut Warjita buka suara. Menurut Warjita, mitos maung bungkeleukan hanyalah cerita yang beredar di masyarakat tidak ada dalam sejarah Gunung Guntur.

"Kalau maung bungkeleukan saya baru dengar. Itu tidak ada dalam sejarah Gunung Guntur tapi mungkin ceritanya beredar dan dipercayai masyarakat setempat," katanya.

Warjita mengatakan, cerita maung bungkeleukan tidak ada dalam sejarah Gunung Guntur. Namun, cerita tersebut merupakan cerita turun-temurun yang dikisahkan sesepuh setempat kepada anak-cucunya.

"Tapi kalau dengar cerita dari masyarakat setempat dan kaitannya dengan pemberontakan DI/TII itu masuk akal juga. Namun, sejauh yang saya ketahui, maung bungkeleukan itu tidak ada dalam sejarahnya," tutup Warjita

Hingga kini, setidaknya sejak tahun 2000an, mitos tentang maung bungkeleukan itu tidak pernah terbukti. Meski begitu, kerap terjadi keanehan-keanehan di Gunung Guntur.

Yang terbaru, keanehan terjadi dalam hilangnya Afrizal, seorang pendaki yang menghilang di Gunung Guntur beberapa waktu lalu.

Afrizal hilang misterius setelah kencing sembarangan di sana. Dia berhasil ditemukan tim SAR dua hari kemudian.

Selain itu, keanehan di Gunung Guntur juga pernah dirasakan Atin (43). Ibu dua anak ini mengaku pernah melihat sosok nenek-nenek yang berjualan kol di Gunung Guntur. Begini kisahnya

"Saat itu saya, anak dan suami olahraga jalan kaki di kaki Gunung Guntur. Kita bertemu sama nenek-nenek sudah sangat tua. Dia menawarkan kol saat kita berjalan ke arahnya," Kata Atin.

Atin mengatakan, karena sedang olahraga, mereka menolak tawaran sang nenek. Mereka kemudian bergegas kembali berjalan melalui sang nenek dan terus menanjak ke Gunung Guntur.

"Nah, sekitar 100 meteran jalan, karena kita rasa udah cukup jauh, kita memutuskan untuk kembali lagi ke bawah. Tapi pas kita balik lagi nenek itu udah enggak ada," ucap Atin.

"Saya pikir aneh juga karena kondisi nenek itu sudah sangat tua saat dilihat. Dia enggak mungkin bisa jalan cepat. Selain itu, kondisi di lokasi saat itu adalah jalan tanpa ada halangan. Enggak ada belokan atau turunan juga. Kita aneh juga saat itu si nenek ke mana," tutup Atin.

Meskipun begitu, Gunung Guntur tetaplah primadona khususnya bagi para pecinta hiking. Gunung Guntur memiliki track yang disebut-sebut sangat cocok untuk pemula.

Selain itu, Gunung Guntur juga memiliki pemandangan indah serta hamparan padang ilalang yang kerap dijadikan spot foto oleh wisatawan.

Satu-satunya hal menakutkan yang benar-benar terjadi di Gunung Guntur adalah pungli dan pemalakan yang kerap dilakukan oleh oknum masyarakat tak bertanggungjawab.

Polisi beberapa waktu lalu pernah mengamankan seorang warga yang memalak wisatawan yang hendak mendaki ke puncak Gunung Guntur.

(ern/ern)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads