Suatu daerah sudah barang tentu memiliki urban legend yang dipercaya oleh masyarakatnya secara turun temurun. Termasuk di Kota Cimahi yang memang beberapa kawasannya seakan menegaskan bahwa urban legend yang dikisahkan nyata adanya.
Selain ereveld di Jalan Kerkoff, Leuwigajah yang memiliki kisah mistis, Jalan Kolonel Masturi, yang juga oleh masyarakat dikenal sebagai daerah Santiong juga menyelipkan satu kisah mistis tersendiri. Apalagi di satu titik, saat melewati jalan yang menghubungkan Cimahi dan Cisarua itu akan melewati dua area pemakaman di sisi kiri dan kanan.
Dari arah Cimahi, satu kilometer dari persimpangan Citeureup, kita bakal melewati permakaman Santiong di sisi kiri dan TPU Muslim Cipageran di bagian kanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Layaknya pemakaman, selalu ada cerita-cerita horor yang mengiringi keberadaannya. Apalagi, di ruas jalan yang konturnya menurun curam itu sempat terjadi beberapa kejadian kecelakaan lalu lintas yang menelan korban jiwa.
Kecelakaan paling parah terjadi pada tahun 2016 silam. Sebuah bus pariwisata menabrak lima kendaraan hingga menyebabkan sembilan orang meninggal dunia.
Lalu apa hubungannya? Banyak warga percaya jika saat kita melintas kawasan tersebut, tidak boleh melakukan hal-hal sembrono maupun berkata seenaknya atau dalam bahasa Sunda dikenal dengan 'sompral'.
Komarudin, warga setempat, menyebut bila sompral saat melalui Jalan Kolonel Masturi maka bukan tidak mungkin pengendara akan melihat sosok penunggu yang menyerupai sesosok pria tanpa kepala. Belum lagi kabarnya ada kuntilanak yang bergelayut di atas pohon bambu yang memang seperti memayungi sisi kiri dan kanan di dekat dua kuburan.
Suasana seram yang terpancar dari daerah tersebut, seakan diperkuat dengan minimnya penerangan jalan yang ada. Jika dilihat dari atas maupun bawah, Jalan Kolonel Masturi pada malah hari mirip lorong panjang gelap yang tak memiliki ujung.
Namun jika berbicara dari sisi lain, kawasan Jalan Kolonel Masturi yang masuk ke wilayah Kecamatan Cipageran memiliki nilai sejarah yang kental. Sebab di makam yang dianggap angker oleh masyarakat, justru merupakan tempat bersemayamnya jasad dua leluhur Cimahi zaman dulu.
Di TPU Cipageran misalnya, ada makam Mbah Wirasuta dan istrinya Eyang Fatimah Sariwangi yang ditempatkan di bangunan khusus di tengah area permakaman.
"Bagi masyarakat Cimahi khususnya Cipageran, mereka dianggap sebagai leluhur karena membuka wilayah Cipageran menjadi permukiman dan berperan menyebarkan Islam di wilayah ini," kata praktisi sejarah dan ketua Komunitas Tjimahi Heritage, Machmud Mubarok.
Baca juga: Lima Tempat di Garut yang Penuh Mitos |
Cipageran juga bisa jadi merupakan cikal bakal lahirnya Cimahi sebagai bagian dari distrik Cilokotot pada masa penjajahan Belanda dulu. Sebab dipercaya jika kehadiran Mbah Wirasuta di daerah tersebut lebih dulu ketimbang pembangunan Jalan Anyer Panarukan oleh Daendels pada 1811.
"Bisa jadi Cimahi ini sebetulnya berawal dari Cipageran. Tapi yang masyarakat ingat dari Santiong ini justru cerita-cerita mistisnya. Padahal kita tahu nilai sejarahnya sangat kental," terangnya.
(ern/ern)