Keterbatasan akses serta sarana dan prasarana mempengaruhi minimnya indeks membaca warga. Kendala ini tak hanya dihadapi oleh masyarakat di pelosok, tetapi dirasakan oleh masyarakat di perkotaan.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Jawa Barat Ahmad Hadadi mengatakan sedianya perpustakaan memiliki peran vital dalam mendongkrak kegemaran membaca masyarakat. Oleh karena itu, tak hanya jumlahnya yang diperbanyak, akses dan kualitasnya harus ditingkatkan.
"Hal ini harus jadi perhatian. Sebagaimana peran perpustakaan dalam menaikkan indeks membaca," katanya dalam webinar sosialisasi akreditasi lembaga perpustakaan, yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Jawa Barat, Senin (21/12).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan terdapat sejumlah kriteria yang harus diperhatikan dalam meningkatkan kualitas perpustakaan, yakni sarana dan prasarana seperti koleksi dan perawatan buku, pengorganisasian perpustakaan, dukungan sumber daya manusia yang berkualitas terutama yang memiliki latar belakang pendidikan terkait perpustakaan, peningkatan layanan agar bisa diakses secara digital, serta aksesibilitas dari perpustakaan itu sendiri.
"Ini concern kami. Termasuk anggaran, bisa dari pemerintah atau bisa dari yang lain," katanya.
Perwakilan dari Direktorat Perpustakaan Nasional Supriyanto yang juga hadir dalam webinar tersebut, mengungkap ada sejumlah kendala dalam pengembangan perpustakaan. Beberapa di antaranya seperti jumlah perpustakaan yang terbatas, formasi pegawai pustakawan yang juga terbatas, mutasi cepat dari pimpinan perpustakaan, peraturan daerah terkait perpustakaan yang belum menjadi prioritas, serta belum maksimalnya dorongan anggaran dari pemerintah.
Oleh karena itu, untuk mendorong peranan perpustakaan diperlukan akreditasi perpustakaan agar keberadaan sarana membaca tersebut bisa menunjang kebutuhan literasi masyarakat. Nantinya, dalam akreditasi perpustakaan terdapat sejumlah indeks kinerja utama perpustakaan nasional sesuai dengan standar perpustakaan nasional dalam amanat Undang-Undang 43/2007 Tentang Perpustakaan.
Sesuai dengan peraturan itu, menurutnya pengelolaan perpustakaan harus sesuai dengan standar nasional yang di antaranya harus melakukan akreditasi, sertifikasi, serta pendidikan dan latihan perpustakaan.
"Pengelola perpustakaan harus punya SK pendirian, karena melalui inilah secara otentik perpustakaan diakui, masih sedikit perpustakaan di Indonesia yang terakreditasi. ini dikarenakan sejumlah hal seperti terbatasnya jumlah SDM perpustakaan yang kompeten dan profesional, keterbatasan anggaran perpustakaan, masih rendahnya pemahaman akan pentingnya akreditasi, serta tingginya frekuensi perputaran pimpinan perpustakaan di daerah," katanya.
"Padahal akreditasi ini penting untuk meningkatkan mutu perpustakaan," ujarnya.
"Pada 2019 akreditasi dilakukan terhadap 900 perpustakaan," katanya.
Untuk mempercepat penambahan akreditasi perpustakaan, menurutnya diperlukan sejumlah hal seperti penjadwalan, mengintensifkan koordinasi antara dinas perpustakaan provinsi dengan kabupaten/kota, sosialisasi akreditasi di pusat dan daerah, serta bekerjasama dengan organisasi profesi bidang perpustakaan.
"Serta melakukan penilaian visitasi akreditasi di dinas provinsi dan kabupaten/kota," ujarnya. Lebih lanjut dia katakan, perpustakaan harus semaksimal mungkin digunakan oleh masyarakat dalam berbagai kegiatan.
Hal ini diperlukan agar masyarakat terus mendekati sumber-sumber bacaan dalam kegiatan sehari-harinya. "Inilah pentingya strategi pendekatan inklusi sosial," ucapnya.
Lewat pendekatan seperti itu, perpustakaan akan diciptakan berdasarkan sistem sosial masyarakat yang ada. "Melalui pendekatan inklusif ini, perpustakaan mampu menjadi ruang terbuka bagi masyarakat untuk memperoleh semangat baru dan solusi dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan," katanya.