Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI turun ke sejumlah daerah untuk menyosialisasikan pokok-pokok substansi UU Cipta Kerja, termasuk di Kota Bandung, Jawa Barat pada Senin (7/12/2020). Di Bandung ada 8 yang dibahas, yakni sektor Industri, Perdagangan, Haji dan Umrah, Jaminan Produk Halal, UMKM, Ketenagakerjaan, Kominfo dan Kesehatan.
Dalam kesempatan yang sama, masyarakat dan pemangku kepentingan terkait seperti pelaku usaha, asosiasi usaha, praktisi, akademisi, dan pemerintah bisa memberikan masukan dan tanggapan dalam penyempurnaan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPepres) sebagai implementasi UU Cipta Kerja.
"Acara Serap Aspirasi ini diharapkan menjadi sarana efektif untuk mendapat masukan dan tanggapan dari masyarakat dalam rangka penyempurnaan RPP dan RPerpres, sehingga bisa melindungi hak-hak dan kepentingan masyarakat, pelaku usaha, serta seluruh pemangku kepentingan," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam kegiatan Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja di Bandung, Senin (7/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Airlangga mengatakan, produk hukum yang diundangkan pada 2 November 2020 ini bisa memberikan perlindungan dan kemudahan bagi Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi. "Selain itu untuk penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi, serta bisa menciptakan lapangan kerja baru melalui peningkatan investasi," terang Menko Airlangga dalam acara yang dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat.
Ia menjelaskan, sejauh ini sistem perizinan di berbagai UU sektor belum terintegrasi dan harmonis, bahkan cenderung tumpang tindih. Hal itu, dikatakannya, yang membuat pelaku usaha menengah dan besar kesulitan untuk memulai dan mengembangkan usaha.
Dengan melihat kondisi tersebut, UU Cipta Kerja melakukan perubahan paradigma dan konsepsi perizinan berusaha, dengan melakukan penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Risk Based Approach).
"Untuk usaha dengan Risiko Rendah cukup dengan pendaftaran (NIB), untuk usaha Risiko Menengah dengan Sertifikat Standar, dan yang mempunyai Risiko Tinggi dengan izin," ujarnya.