Pemuda Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang tergabung dalam Komunitas Peduli Lingkungan (Kopling) berinisiatif mengolah sampah organik menjadi pakan lele. Keprihatinan atas sampah menjadi ide dasar gerakan tersebut.
Komunitas yang berdiri pada awal tahun 2020 ini awalnya hanya mengolah sampah anorganik, seperti sampah plastik, kertas dan lainnya. Hingga akhirnya bergeser pada pengolahan sampah organik, bekas makanan, sayuran, dan lainnya. Kopling berhasil mengawinkan budidaya lele dengan pengolahan pakan ikan berbahan sampah organik.
"Kita punya pengalaman budidaya lele. Akhirnya kita manfaatkan pengelolaan sampah organik ini untuk pakan lele. Alhamdulillah berkembang," kata Abdul Halim selaku Koordinator Bidang Perikanan Kopling saat berbincang dengan detikcom di tempat pembudidayaan lele dan pengolahan sampah di RW 05 Kelurahan Sumber, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (20/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Halim mengatakan komunitasnya mengumpulkan sampah organik, seperti nasi basi, sayuran, dan lainnya dari warga RW 05 Kelurahan Sumber. Sampah tersebut kemudian diolah dengan alat pengolah sampah.
"Saat diolah kita campur dengan bekatul dan tepung ikan. Nah, setelah diolah, proses lanjutannya kita buat pelet (pakan ikan lele). Kita punya mesin pengolah sampah dan peletnya," kata Halim.
Halim menyebutkan campuran bekatul dan tepung ikan merupakan bahan untuk menambah nutrisi pada pakan lele buatannya. Pemanfaatan sampah organik untuk pakan lele itu mampu memotong ongkos produksi pembudidayaan ikan lele. Walhasil, komunitasnya mampu mengembangkan budidaya lele dengan memanfaatkan sampah.
"Kalau dibandingkan dengan beli pakan lele pabrikan tidak ketemu ongkosnya. Kalau beli untuk pakan 1.000 ekor ikan lele itu maksimal tiga sak, satu sak itu sekitar 30 kilogram. Artinya untuk seribu ekor bisa sekuintal," kata Halim.
"Sekarang kita ini sudah ada 12 kolam, satu kolamnya berisi 2.500 ikan lele. Sekarang sedang membangun delapan kolam lagi. Dengan memanfaatkan sampah organik ini kita bisa menghemat biaya produksi," kata Halim menambahkan.
Pemuda Kopling kini mulai memetik hasil perjuangan mengolah sampah. Setiap dua pekan sekali, Halim rutin memanen lele hasil budidaya. Halim mengaku belum mampu memenuhi permintaan dalam partai besar.
"Panen untuk warga sekitar dulu. Permintaan dari luar sih banyak, tapi kami belum bisa penuhi. Masih untuk sekitar sini saja. Kita kembangkan lagi agar bisa memenuhi permintaan pasar," kata Halim.
Sementara itu, Muhamad Jaelani selaku Ketua RT 05 RW 05 Kelurahan Sumber mendukung gerakan Kopling. Menurut Jaelani, sebelum mengolah sampah organik menjadi pakan lele, Kopling sempat mengolah sampah menjadi pupuk.
"Pupuk ini kurang bernilai ekonomi. Susah distribusinya. Akhirnya coba kembangkan sampah dan lele. Ternyata bisa, bahkan bisa sampai berkembang. Awalnya satu kolam, sekarang sudah 12 kolam," kata Jaelani.
Budidaya lele yang dikembangkan Kopling, dikatakan Jaelani, membantu warga sekitar yang terdampak COVID-19. "Akhirnya ikut mengembangkan ini. Awalnya delapan orang komunitas ini, sekarang sudah 20 lebih anggotanya. Ya terbantu," kata Jaelani.