Melihat Tradisi Warga Bandung Barat Kuburkan Keluarga di Pekarangan Rumah

Melihat Tradisi Warga Bandung Barat Kuburkan Keluarga di Pekarangan Rumah

Whisnu Pradana - detikNews
Jumat, 20 Nov 2020 10:22 WIB
Tradisi warga di Bandung Barat ini memakamkan keluarganya di depan rumah
Tradisi warga di Bandung Barat ini memakamkan keluarganya di depan rumah (Foto: Whisnu Pradana)
Bandung Barat -

Bagi sebagian orang melihat pusara atau kuburan bakal memberikan perasaan tak nyaman bahkan menimbulkan ketakutan karena berkaitan dengan hal mistis maupun pengalaman lainnya.

Namun hal itu tak berlaku bagi warga di Kampung Cikupa-Cijamil, Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), yang justru hidup berdampingan dengan kuburan.

Tanpa rasa takut sama sekali, warga di kampung tersebut memiliki tradisi menguburkan anggota keluarga yang sudah meninggal dunia di halaman rumah mereka masing-masing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua RW 15 Kampung Cikupa Engkon Ukron menjelaskan jika tradisi tersebut telah berlangsung selama lima generasi sebelumnya dan terus bertahan hingga saat ini.

"Memang sudah jadi kebiasaan turun temurun memakamkan keluarga yang sudah meninggal di lahan pribadi, termasuk untuk saya dan keluarga sejak zamannya kakeknya kakek saya," ungkap Engkon kepada detikcom, Jumat (20/11/2020).

ADVERTISEMENT

Di halaman rumah terutama di bagian belakang, bisa dengan mudah ditemukan makam yang ditandai dengan nisan dengan pinggiran semen atau batu ditata sedemikian rupa. Namun kebanyakan tak ditulis makam milik siapa dan meninggal tahun berapa seperti makam pada umumnya.

Menurut Engkon, tradisi menguburkan anggota keluarga yang telah tiada di halaman rumah, berkaitan dengan perawatan dan perasaan ingin selalu dekat dengan mereka yang sudah meninggal.

"Alasannya itu karena tidak terurus makamnya kalau di TPU. Nah kita dari keluarga yang masih hidup, engga mau keluarga kita seperti terlantar meskipun sudah meninggal. Dan yang meninggal pun, pasti berpesan ingin dimakamkan di tanah milik mereka," terangnya.

Engkon menyebut di lingkungannya itu ada TPU, namun kebanyakan warga tetap menjalankan tradisi yang sudah mengakar sejak ratusan tahun lalu itu. Namun ada sebagian jasad yang sudah dipindahkan ke TPU karena tanahnya sudah dibeli oleh Pemerintah KBB.

"Kalau TPU ada, itu untuk satu dusun. Tapi ya memang warga lebih memilih menjalankan tradisi. Tapi banyak juga sebetulnya yang sudah dipindahkan karena tanahnya dibeli pemda, sekarang kan lagi membangun gedung DPRD KBB. Tapi ya gitu, akhirnya tidak terawat makamnya kalau di TPU," sebutnya.

Engkon mengaku tidak tahu sampai kapan tradisi itu bisa bertahan di tengah gempuran pembangunan oleh pemda KBB yang terus menggerus lahan-lahan pribadi milik warga, termasuk miliknya.

"Kita seperti dipaksa untuk menjual lahan kita ke pemerintah dengan alasan pembangunan. Sedangkan harga jual lahan kita oleh pemda itu sangat murah, tidak sesuai. Di sisi lain kita punya tradisi seperti ini. Termasuk saya kalau meninggal, sudah berpesan agar dimakamkan di lahan pribadi," tandasnya.

(mud/mud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads