Orang tua siswa yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) melakukan pengaduan kepada Ombudsman Jawa Barat terkait penyanderaan ijazah siswa khusus afirmasi. Pengaduan tersebut ditujukan kepada Kepala Sekolah yang menahan untuk memberikan ijazah dengan alasan belum melunasi biaya pendidikan.
"Terkait penahanan ijazah yang sampai saat ini belum ada tindak lanjut. Sudah ada tindak lanjut cuman tidak dihiraukan oleh Kepsek. Makanya kita mengadu biar ada solusi, saya kira mengadu ke ombudsman lebih efektif," kata Ketua FMPP Illa Setiawati kepada wartawan di kantor Ombudsman, Jalan Kebonwaru, Bandung, Kamis (12/11/2020).
Lebih lanjut, pihaknya mencatat ada sekitar 40 sekolah di Bandung yang melakukan penahanan ijazah. Tingkat sekolah yang dihimpunnya dari SMP hingga SMA/SMK baik dari sekolah negeri dan swasta. "Banyak kasus-kasus, SMP juga masih banyak yang melakukan penahanan ijazah," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut, laporan yang didapat paling banyak diterima dari SMK Cipta Skill Bandung, SMK Nasional, SMP Nasional, SMK Muhamadiyah, hingga SMK Pasunda 4 Bandung.
Soal biaya pendidikan, kata dia, memang beberapa dibenturkan dengan Yayasan. Sehingga teguran tersebut juga berlaku bagi pimpinan yayasan. "Kayanya ini yang harus teguran yayasannya. Karena ketika Kepsek mengeluarkan ijazah harus mengganti ke yayasan. Makanya Kepsek tidak berani," imbuhnya.
Berbeda dengan siswa afirmasi dari sekolah negeri, berdasarkan penuturan Illa, Kepsek memberikan keterangan belum mendapatkan anggaran dari pemerintah. "Tetap harus bayar karena anggaran pemerintahnya tidak cair menurut keterangan dari kepsek. Jadi secara terpaksa pihak sekolah tetap menahan ijazah," tuturnya.
Akibatnya, dari penahanan ijazah tersebut siswa yang sudah lulus tidak dapat melamar pekerjaan. "Akhirnya siswa ini tidak bisa kerja, karena saat ini untuk melamar kerja itu harus ada ijazah asli harus menjadi jaminan di tempat mereka bekerja," katanya.
Sementara itu, Asisten Pratama Ombudsman Jabar, Sartika Dewi mengatakan, pihaknya akan melakukan penelusuran lebih jauh terkait aduan yang diterima. "Pada intinya layanan pendidikan dalam hal ini hak siswa untuk mendapatkan ijazah setelah menyelesaikan proses pendidikannya," kata Sartika.
Pihaknya akan melakukan penelusuran lebih jauh sambil mengumpulkan data orang tua yang mengalami langsung terkait penahanan ijazah anaknya.
"Prinsipnya adalah bukan kewajiban siswa untuk biaya pendidikan dan itu tidak boleh berdampak pada hak siswa untuk mendapatkan ijazah karena di dalam PP 17 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan disebutkan bahwa ijazah itu merupakan bukti bahwa siswa telah menyelesaikan pendidikannya. Artinya itu hak, dokumen yang harus diterima ketika sudah selesai lulus," pungkasnya.
(mso/mso)