Wacana pengubahan nama Provinsi Jabar menjadi Tatar Sunda yang diusulkan oleh sejumlah tokoh mencuat. Wacana ini menuai pro dan kontra.
Ketua DPRD Kota Cirebon Affiati menolak usulan tersebut. Menurutnya Jabar merupakan daerah yang beragam suku, etnis dan budaya. Sehingga, lanjut dia, nama Provinsi Tatar Sunda kurang tepat.
"Jangan lah (diubah Provinsi Tatar Sunda), karena harus mencakup keseluruhan. Jabar-kan berbagai macam suku, Sunda, Jawa dan lainnya," kata Affiati kepada awak media di Balai Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis (15/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Jubir Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina menjelaskan sejarah Cirebon erat dengan Kerajaan Pajajaran. "Secara historis Cirebon memang masuk dalam Kerajaan Pajajaran. Masih keluarga," kata Arimbi.Affiati menyarankan nama provinsi sejatinya harus merangkul keberagaman. "Nama lain yang bisa mempersatukan dan membawa semua itu lebih bagus," kata politikus Partai Gerindra.
Kendati demikian, Arimbi menilai pengubahan nama provinsi itu harus dikaji lebih dalam lagi. Ia meminta sejarawan, budayawan dan lainnya harus dilibatkan. Saat disinggung mengenai budaya Jabar yang beragam, Arimbi pun membenarkan. Ia pun tidak ingin pengubahan nama provinsi dapat memicu konflik.
"Ya makanya perlu kajian yang sangat mendalam. Apakah layak diganti atau dipertahankan (Jabar)," katanya.
Sebelumnya, Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis menolak adanya wacana tersebut. Sebab masyarakat Jawa Barat beragam suku. Ujung timur Jawa Barat, atau pantura Jawa Barat, seperti Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon dan Indramayu dihuni suku Jawa, Cirebon dan lainnya.
"Saya perlu sampaikan, kita ini Indonesia. Jadi jangan mengeluarkan istilah yang bakal memicu pemisahan. Jawa Barat tetap Jawa Barat. Kalau kemudian diganti Sunda, nanti ada sebuah pemikiran yang berbeda dari (masyarakat) pantura, yang merasa tidak dianggap," kata Azis kepada awak media di Balai Kota Cirebon, Jalan Siliwangi Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (14/10/2020).
Azis tak ingin masyarakat pantura merasa dikucilkan, ketika Jabar beubah menjadi Tatar Sunda. "Jadi saya tidak setuju. Nanti ada pengistimewaan terhadap kelompok tertentu yang ada di Jabar. Kemudian, Cirebon dan daerah lainnya yang berada di pantura tidak merasa sebagai orang Jabar (ketika berubah nama). Kalau Sunda, nanti kami yang di pantura apa?" Kata Azis.
(mso/mso)