Universitas Komputer Indonesia (Unikom) membantah pernyataan memblokir akun media sosial mahasiswanya. Diketahui, akun mahasiswa dimaksud yang mengeritik fasilitas untuk wisuda online 24 Oktober 2020 mendatang.
"Masa anak sendiri diblokir," ujar Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Umi Narimawati melalui press konferensi melalui zoom, Senin (5/10/2020).
Awalnya, video yang sempat diposting oleh salah satu mahasiswanya tersebut sempat di repost di akun resmi Instagram Official Unikom. Namun karena kesalahan jaringan sehingga di take down (turunkan) kembali hasil video tersebut dan dipindahkan ke dalam channel Youtube.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sepanjang video dan ukuran video yang bisa diterima oleh instagramnya. Tapi ketika kita cek, disinformasi kita masalah internet. Kami takedown dulu dan kasusnya masih sama karena size limit. Akhirnya postingan itu kita pindah ke youtube," ujar Direktorat Pengembangan Teknologi dan Sistem Informasi (PTSI) melalui Umi.
"Kita bukan memblok secara masif, ada kata-kata yang bisa menyulut penghinaan kepada orang lain. Kita menghindari pemberian sanksi akademik karena terlalu besar jadi kami blok dan itu pun di blokir semenjak ada postingan mahasiswa tersebut," tambahnya.
Langkah tersebut, kata dia, dilakukan untuk menghentikan penyebaran informasi yang belum tentu benar. Karena, lanjutnya, dalam video tersebut biaya Rp 3.770 juta yang disampaikan tidaklah seluruhnya untuk kebutuhan kampus semata.
"Saya ini ibunya mahasiswa jika di kampus, tolong stop supaya tidak lanjut kemana-mana, bayangkan saja bicara seperti itu apa ada kesopanannya? Saya mewakili unikom bahwa semut pun diinjak akan menggeliat, apalagi Unikom. Tolong stop, sebetulnya ingin ada pengembalian uang ya sabar dulu kita sedang menggodoknya," tegasnya.
Pihaknya menyebut, setiap kritik yang disampaikan oleh mahasiswa akan ditanggapi dengan serius. Apalagi ada informasi soal penahanan ijazah, Umi membantah dengan tegas bahwa informasi tersebut bohong.
"Kita memblok itu tidak sesaat dia membuat postingan, kita biarkan dulu. Yang jadi masalah ada buzzer-buzzer ikut mempromot. Terus kami tidak boleh memblokir? Hak pun harus dibarengi dengan etika. Yang kami lakukan memberitahu dulu via direct massage dan teman-temannya tapi tidak juga di take down," jelasnya.
Kampus menampik adanya cap anti kritik karena yang dilakukan adalah cara penyampaian yang dilakukan oleh mahasiswanya yang dinilai tidak tepat. "Jadi kami tidak anti kritik. Yang kami kritisi adalah caranya sudah tepat atau belum," kata Umi.
Direktur Humas dan Protokoler Desayu juga menambahkan, selagi kritikan masih bisa dijawab dan diluruskan maka akun media sosial mereka tidak akan diblokor.
"Karena kalau kita pantau juga masih ada buzzer, dan ada akun kosong juga. Ya inilah keisengan anak-anak millenial. Kalau kita asal blokir ya tidak. Tapi kalau bahasanya tidak lagi santun dan tidak sopan ya kita tahan dulu," katanya.
(mud/mud)