Akademisi dan pengamat kebijakan publik dari Universitas Serang Raya (Unsera) Ahmad Sururi menilai kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di seluruh Banten yang dikeluarkan gubernur bersifat normatif. Kebijakan ini juga dinilai terlambat akibat pembatasan yang tidak ideal.
"Ini kan kebijakan normatif dalam arti bukan hal baru PSBB di Banten ini. Saya melihat ada kebijakan agak terlambat dalam konteks seharusnya ketika Tangerang diterapkan pengetatan, wilayah lain diikuti. Ini bicara dampak, artinya satu wilayah diisolasi tapi lain dilonggarkan sama saja nggak ketemu PSBB yang ideal," kata Ahmad saat berbincang di Serang, Senin (7/9/2020).
Langkah dan kebijakan yang diambil gubernur mestinya tidak terburu-buru sedangkan fasilitas kesehatan (faskes) menghadapi Corona belum siap. Apakah gubernur sudah memperhatikan faskes misalkan di daerah seperti Pandeglang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya saya bilang keterlambatan ini dampak dari ketidakmatangan perencanaan kebijakan," ujarnya.
Ia juga sepakat agar PSBB jangan hanya gimik, tapi bagaimana agar efektif diterapkan di tengah masyarakat. Saat PSBB di Tangerang sudah cukup menekan angka penularan, kenapa saat ini bisa penyebaran justru semakin meluas.
Inilah menurutnya akibat PSBB yang malah mengizinkan pelonggaran. Akibatnya timbul klaster-klaster di daerah lain di Banten tapi sementara swab, rapid test masih biasa saja.
Menurut Ahmad, gubernur harus bisa mensinergikan setiap kebijakan penanganan Corona dengan daerah lain. Jangan sampai pemerintah provinsi malah berlawanan kebijakannya dengan kabupaten atau kota.
"Saya khawatir wilayah berjalan sendiri-sendiri, harus dipastikan frekuensi (penanganannya) sama," kata Ahmad.
Gubernur Banten Wahidin Halim per hari ini menetapkan PSBB di 8 kabupaten dan kota. Langkah ini diambil setelah gubernur menerima masukan dari Dinas Kesehatan karena resiko penyebaran tinggi di beberapa daerah. Selain itu, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang saat ini berada di zona merah sedangkan daerah lain di zona orange.