Keberadaan anak jalanan (anjal) yang biasanya dianggap meresahkan oleh sebagian orang dan kalangan bisa dipatahkan oleh Rose Else.
Wanita asal Kota Cimahi itu justru menggandeng anjal untuk diberikan pendidikan yang layak di tengah segala keterbatasan dan stigma negatif yang muncul dari lingkungan sosial.
Bersama dengan rekannya yang lain, Rose kemudian menginisiasi lahirnya sekolah non formal untuk anak jalanan, terutama yang berkeliaran bebas di Alun-alun Kota Cimahi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya itu karena saya dan teman-teman rutin senam mingguan di Alun-alun. Sering lihat anjal bermain, saya ajak ngobrol ternyata banyak dari mereka yang tidak dan putus sekolah ya dari situ akhirnya muncul ide ngajar anak jalanan," ujar Rose kepada detikcom, Jumat (28/8/2020).
Setelah merangkai konsep pembuatan sekolah anjal, dirinya mulai bergerak melakukan pendekatan. Diawali berkomunikasi dengan para pengasuh anjal itu hingga kemudian mendekati anak jalanan sebagai sasaran utamanya.
"Perjuangannya cukup panjang, awalnya pendekatan dulu ke pengasuhnya baru ke anak-anak itu. Karena kita harus izin dulu kan ke pengasuhnya. Setelah semua aman, barulah kita mulai pengenalan sekolah anjal sambil jalan sedikit-sedikit," tuturnya.
Tak terasa dua bulan berlalu berjalan, sekolah tersebut mulai dirasakan manfaatnya oleh anak-anak jalanan yang menjadi muridnya. Saat ini ada sekitar 15 anak jalanan yang rutin mengikuti pembelajaran.
"Enggak kerasa juga sudah dua bulan berjalan, yang rutin belajar di sini ada sekitar 15 orang. Itu juga kadang kurang karena kan perlu menyesuaikan jadwal mereka mencari uang, karena banyak yang ngamen juga. Tapi mereka sangat antusias ikut belajar di sini," ucapnya.
Dalam seminggu, sekolah anjal digelar empat kali yakni setiap Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu. Sementara jamnya, mulai dari 08.00 sampai jam 12.00 WIB.
"Yang mengajar ada tiga orang per hari, orangnya bergantian dari berbagai latar belakang. Tapi kalau saya selalu ikut mendampingi setia harinya," katanya.
Mereka yang ikut belajar memiliki banyak perbedaan satu sama lain. Seperti ada yang sudah menguasai materi perkalian maupun ada juga anak setingkat pelajar SMA yang masih belum melek baca tulis sehingga perlu pendekatan khusus.
"Kalau kita di sini mengkategorikan dulu kebutuhan belajar mereka. Misalnya ada yang mau perkalian dan pembagian atau ada yang masih mau belajar membaca. Yang penting akhirnya mereka ini berpendidikan dan bisa sederajat dengan yang lainnya. Kita juga upayakan mereka dapat ijazah setara paket A," tandasnya.