Arifin Sastranegara tak pernah bermimpi uang puluhan juta rupiah miliknya digondol majikan. Anak Buah Kapal (ABK) asal Makassar itu kini hidup melarat di perantauan.
Arifin adalah satu dari 15 orang ABK yang ditemukan terlantar di sebuah rumah mewah di Cipanas, Garut oleh petugas Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Rabu (19/8) malam.
Kepada detikcom, Arifin menceritakan kisah pilu yang dialaminya dan kawan-kawan. Cerita bermula saat dia diajak bekerja lagi sebagai ABK oleh seorang pria bernama Alex yang tak dikenalnya di Jakarta pada 2017 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi waktu itu, saya ABK. Kapal saya kena musibah kebakaran di Pulau Solomon. Saya akhirnya pulang ke Indonesia," kata Arifin.
"Di Jakarta, saya ketemu orang namanya Alex ini. Dia bilang daripada kamu pulang kampung lebih baik kamu kerja lagi sama saya jadi ABK," ucap dia menambahkan.
Arifin tak menaruh curiga terhadap Alex. Sebulan di Jakarta, dia kemudian diberangkatkan ke Singapura kemudian dipekerjakan Alex di Taiwan sebagai awak kapal ikan.
Pekerjaan itu kemudian dikerjakannya. Dia banting tulang selama dua tahun di Taiwan mencari nafkah. Sesuai kontrak, dia akan menerima bayaran sekitar Rp 80 juta selama dua tahun tersebut.
"Jadi sistemnya, gaji saya 500 dolar. 50 dolar dibayar di kapal, 450-nya ditransfer ke keluarga," ujar Arifin.
Setelah dua tahun bekerja, Arifin kembali ke daratan. Dia pulang ke Indonesia. Namun, saat hendak pulang kampung, Arifin menerima informasi jika sebagian besar gajinya selama ini tidak pernah ditransfer ke keluarganya oleh pihak agensi.
"Nah dari situ saya mulai cari tahu dan kemudian benar ternyata memang si Alex ini tidak bayar gaji saya," ungkap Arifin.
Arifin yang mengetahui hal tersebut langsung bergegas ke kantor bos Alex, PT Gafa Samudera Abadi yang berlokasi di Garut.
Dia kemudian menanyakan perihal gajinya selama ini. "Saat ditanya dia selalu ngelak. Sempat kita bersitegang tapi malah saya yang diancam sama dia," katanya.
Arifin tak tinggal diam. Dia bertahan di Garut untuk mendapatkan haknya. Ternyata, Arifin tak sendiri ada belasan kawannya yang mengalami nasib serupa.
Arifin sudah setahun tinggal di Garut untuk memperjuangkan haknya. "Kalau saya dari total Rp 80 juta, sekarang sisanya tinggal sekitar Rp 50 jutaan yang belum dibayar. Kalau kawan saya ada yang sampai Rp 136 juta belum dibayar semua," ungkap Arifin.
Arifin dan kawan-kawannya terus berupaya memperjuangkan hak mereka. Termasuk meminta pertolongan dari Pemkab Garut. Pemkab melalui Disnakertrans sudah membantu melalui mediasi.
"Awalnya kita diam di mess ini tidak dikasih makan. Tapi setelah mediasi akhirnya si Alex mau kasih kita makan di sini," ucapnya.
Mereka terpaksa bertahan di rumah mewah yang jadi mess itu dengan harapan gaji mereka bisa segera dibawa pulang. Namun, Alex sang bos dikenal licik. Dia kerap mengancam dan menyewa preman untuk membungkam para ABK.
"Kita dikasih uang Rp 120 ribu seminggu untuk makan 15 orang. Bisa dibayangkan kita makan gimana. Makanya kita banyak ngutang ke ibu warung," ujar Arifin.
Para ABK berhadap agar kasus ini segera tuntas. Selain meminta gaji mereka dibayar penuh secepatnya, mereka juga meminta Alex diadili atas tindakannya.
"Kita berharap kasusnya cepat selesai, kita bisa bawa pulang gaji. Kita mau pulang malu kalau tak bawa uang ke kampung," kata Arifin.