Pemerintah didesak memperhatikan keselamatan satwa endemik di pegunungan Sanggabuana. Sebab, pemburu gelap kerap beraksi di pegunungan itu.
"Permasalahan ekologis kawasan pegunungan sanggabuana perlu menjadi perhatian pemerintah, khususnya Pemprov Jabar, karena letak geografis yang melingkupi tiga kabupaten," kata Yuda Febrian Silitonga dari Forkadas C+ kepada detikcom, Selasa (28/7/2020).
Yuda menuturkan, pegunungan Sanggabuana sudah pantas dinaikkan statusnya sebagai kawasan lindung. Hal tersebut sebagai upaya penyelamatan agar potensi kebencanaan, dan krisis ekologis tidak terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sanggabuana merupakan satu-satunya pegunungan di Karawang dan pantura Jawa Barat. Untuk melindungi daur hidrologi, flora dan fauna disana perlu dinaikkan statusnya jadi hutan lindung," kata Yuda.
Yuda menuturkan, Forkadas C+ pernah merilis kajian bahwa hutan di Sanggabuana merupakan generator alam bagi Kabupaten Karawang dan sekitarnya.
"Tidak dipungkiri saat ini permasalahan pertambangan, alih fungsi lahan hutan, dan perburuan binatang masih terjadi, dan penegakan hukum masih terbilang mandul. Dampaknya pun bisa dirasakan oleh masyarakat salah satunya kekeringan dan bencana lainnya," tutur Yuda.
Ihwal perburuan binatang, Yuda berharap pihak berwenang segera melakukan investigasi. "Karena perburuan hewan langka dan dilindungi bisa membuat hewan punah. Jangan sampai para penjaga hutan hanya menjadi dongeng bagi generasi nanti," ujarnya.
Yuda menilai, temuan berbagai hewan langka di Sanggabuana pekan lalu bisa jadi dasar kuat Sanggabuana menjadi hutan lindung. Apalagi, ditemukan praktik perburuan liar terhadap hewan-hewan tersebut.
"Dari temuan berbagai hewan langka di pegunungan Sanggabuana. Seharusnya Pemkab segera melayangkan pengajuan rekomendasi kepada Pemprov Jabar untuk segera merealisasikan penyelamatan Sanggabuana," kata Yuda.
Saat ini, habitan sejumlah hewan langka di Sanggabuana sudah mulai terpetakan. Tim Sanggabuana Wildlife Expedition berhasil mendokumentasikan sejumlah hewan diantaranya Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Lutung Jawa (Trachypitecus auratus), Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis).
Tim juga berhasil memotret Rangkong Julang Emas (Rhyticeros undulatus), Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) dan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus).
Tim juga bertemu dengan Macan Kumbang (panthera pardus melas), namun tak sempat terpotret. "Kita mencetak jejak kaki macan menggunakan gypsum. Sisa bulu juga kita kirim ke lab untuk dites DNA," tutur Bernard.
(mud/mud)