Bandung -
Wacana pemberian sanksi Rp 100 ribu-Rp 150 ribu bagi warga yang tak memakai masker di area publik di Jawa Barat menuai pertanyaan. Pasalnya, masih belum ada payung hukum yang jelas untuk menaungi aturan yang rencananya akan diterapkan pada 27 Juli mendatang.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tengah mempersiapkan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk menaungi aturan pendisiplinan masyarakat tersebut. Ia menganalogikan soal helm dan dan denda kepada warga tak bermasker.
"Tidak ada yang namanya hukuman itu yang disukai, dulu waktu helm juga sama. Tidak nyaman, lama-lama helm jadi suatu budaya," ujar Emil, sapaan Ridwan, di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis (16/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dasar hukumnya kan ada Pergub, yang namanya 'per' itu dasar hukum, Perwal, Pergub, Perpes. Jadi dasar hukum kita ada Pergub," kata Emil melanjutkan.
Sementara itu, sambung Emil, Presiden Joko Widodo pun akan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) sebagai payung hukum pemberian sanksi bagi pelanggar kedisiplinan. Sehingga Pergub yang dibuat nanti diperkuat dengan landasan Inpres.
"Tambah lagi kekuatan dasar hukumnya. Jadi kalau ditanya soal dasar hukum, Pergub diperkuat Inpres. Nah, sanksi sosial (selain denda) itu ada di situ. Jadi pilihannya membayar atau sanksi sosial. Bukan hanya denda, jadi dua-duanya dipersiapkan," tutur Kang Emil.
Pergub Belum Cukup Jadi Landasan Pemberian Denda
Guru Besar dan Pengamat Kebijakan Publik dari UPI Cecep Darmawan mengatakan Pergub masih belum memberikan landasan hukum yang cukup untuk memberikan sanksi pada masyarakat.
Ia mengacu kepada UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimana pada pasal 15 ayat 1 tercantum materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam UU, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dan Peraturan Daerah (Perda) kabupaten/kota.
Dalam UU tersebut juga dijelaskan pada ayat kedua yang menyebut kurungan pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50 juta. Namun, hukuman pidana itu bersifat fleksibel dalam penjelasan lanjutan di ayat ketiga.
"Merujuk ke UU 12 Tahun 2011 itu yang boleh denda itu UU, Perda provinsi maupun kabupaten/kota. Sekarang kalau sebetulnya soal pakai masker itu, ada kewenangannya di mana dulu? Dia melanggar perda kabupaten, Perda provinsi, Perda kota? makanya pendekatannya jangan ke denda dulu, sebaiknya lewat edukasi ke masyarakat dulu," tutur Cecep saat dihubungi detikcom.
Terkait Inpres yang memperkuat Pergub yang dibuat Ridwan Kamil, sambung Cecep, juga belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat untuk pemberian denda. "Di muatan materi itu hanya UU dan dua perda. Jadi baik Inpres, Permen, Perwalkot enggak punya kewenangan (untuk memberikan denda), kecuali bentuknya perda," ucap Cecep.
Menurut hematnya, andaikata perda yang dibentuk, Pemprov Jabar cukup memberikan anjuran kepada kabupaten/kota untuk membentuk perda di wilayahnya masing-masing. Efektivitas penindakan agar lebih baik, serta terhindar dari tumpang tindih aturan.
"Dalam perdanya juga dicantumkan soal masker, dan ada anjuran soal mencuci tangan itu juga dibahas apa yang disebutnya AKB, itu lewat perda," katanya.
Selain itu, Cecep juga menilai sedianya waktu sosialisasi terkait sanksi ini diperpanjang sampai batas waktu yang memadai. "Sosialisasi dua minggu enggak cukup, pemerintah juga harusnya memberikan bantuan juga kepada masyarakat marjinal soal masker, selain memberikan edukasi dan aspirasi kepada masyarakat. Kalau sudah dilakukan, sanksi itu opsi terakhir," tutur Cecep.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini