Setelah puluhan tahun eksis, tempat prostitusi legendaris Blok Jongor di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, kini rata dengan tanah. Bagaimana sejarah tempat prostitusi legendaris itu muncul dan mampu bertahan hingga puluhan tahun?
Tempat prostitusi Blok Jongor berada di RW 8 RT 4, Desa Mundu Pesisir, Kecamatan Mundu. Kawasan pelacuran ini berada di pinggir Sungai Kalijaga. Area ini Berkamuflase sebagai warung kopi liar yang berdiri di tanah pemerintah, tanah milik Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
Blok Jongor persis berada di wilayah perbatasan antara Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon. Tokoh masyarakat setempat, Iyan Adrian, menceritakan awal mula eksisnya pelacuran Blok Jongor Cirebon. Sebelum menjamur di wilayah Blok Jongor, warung remang-remang (warem) tersebut sempat beroperasi di wilayah Kota Cirebon, persis di depan Blok Jongor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya cuma satu. Ya sekitar tahun 90-an, awalnya dipikir warung kopi biasa. Itu berada di depan, masuk wilayah Kota Cirebon," kata Iyan saat berbincang dengan detikcom di Baperkam RT 4, Blok Jongor, Kamis (9/7/2020).
Beberapa tahun kemudian, pelopor warem itu pindah ke Blok Jongor. Alasannya karena tanah yang ditempati warem tersebut digusur untuk kepentingan pembangunan perusahaan swasta.
"Setelah pindah ke sini sekitar tahun 2000. Tahun demi tahun bertambah jumlah warungnya," ucap Iyan.
Tonton juga 'Akhir Kisah Blok Jongor Tempat Prostitusi Legendaris di Cirebon':
Sejumlah warung mulai terang-terangan menjual miras. Hingga akhirnya bertransformasi menjadi tempat prostitusi. Menurut Iyan, kondisi lokasi yang sepi dan gelap menjadi faktor menjamurnya warem.
"Ya awalnya tidak terang-terangan. Sembunyi-sembunyi, tapi kita sudah curiga," ujar Iyan.
Sejak mengetahui adanya praktik prostitusi, menurut dia, warga Blok Jongor langsung menolak. Namun, pemilik warung tetap mengelak.
"Mereka ngakunya jualan kopi. Dari dulu kita sudah berjuang. Musyawarah sudah sering, tapi tetap saja," katanya.
Perjuangan selama puluhan tahun warga Blok Jongor akhirnya membuahkan hasil. Pemerintah setempat pun merespons. Pada Rabu (8/7) kemarin, belasan warem di Blok Jongor diratakan dengan tanah.
"Sebenarnya kalau dijadikan warung biasa atau tempat tinggal mah tidak masalah. Ini kan jadi tempat prostitusi, ini yang membuat kami menolak," ujarnya.
Iyan tak menampik akibat adanya prostitusi di wilayahnya itu berdampak pada psikologis warga sekitar. "Kadang kita malu, karena dicap buruk. Padahal yang prostitusi itu kan pendatang. Bukan warga sini asli," ucap Iyan.